HUKUM PERKAWINAN
Pengertian Perkawinan:
1. Menurut BW
- BW tidak mengatur secara tegas mengenai defenisi perkawinan. Menurut pasal 26 BW undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan perdata saja
- Perkawinan hanya merupakan ikatan lahir saja
- Tidak memasukkan unsur keagamaan secara tegas
- Tidak bertujuan mendapatkan keturunan
2. Menurut Pasal 1 UUP
- Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
- Perkawinan tidak hanya merupakan urusan lahiriah saja tetapi juga urusan bathiniah
- Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia.
- UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) merupakan hasil kodifikasi yang besifat parsial.
a. Seluruh Ketentuan Dalam UUP Belum berlaku efektif, karena mengingat PP No. 9 tahun 1975 ttg peraturan pelaksanaan UUP tidak mengatur kedudukan harta benda, anak, hak, dan kewajiban orang tua dengan anak, serta perwalian.
b. Pasal 66 UUP yang menyatakan bahwa “ ketentuan perkawinan dalam KUHPdt beserta dengan peraturan lain mengenai perkawinan sejauh telah diatur dalam UUP dinyatakan tidak berlaku“ ; rasio a contrario : berarti bahwa apabila UUP tidak mengatur hal2 tersebut, maka KUHPdt dan ketentuan perkawinan lainnya dapat diberlakukan.
Meskipun tujuan dikeluarkan UUP adalah untuk unifikasi peraturan perkawinan, tetapi dalam pelaksanaannya tetap bersifat pluralistis, Pelaksanaan UUP masih bersifat Pluralistik meskipun tujuan dikeluarkannya UUP untuk Unifikasi Perkawinan hal ini dikarenakan UUP masih belum lengkap shg masih bergantung pd peraturan yang lain mengenai perkawinan seperti yg telah disebutkan dalam pasal 66 UUP.
Sahnya perkawinan:
Pasal 2 ayat (1) UUP : perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu.
Perbedaan pendapat tentang kata “AGAMA” dan “KEPERCAYAAN” dalam pasal 1 UUP
1.”agama dan kepercayaan” itu satu pengertian yaitu agama saja, akibatnya perkawinan hanya sah apabila dilakukan menurut hukum agama yang diakui oleh pemerintah
2.”agama dan kepercayaan” itu mempunyai dua pengertian yaitu agama dan kepercayaan.
Pencatatan Perkawinan:
Pasal 2 ayat (2) UUP:
“Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”
a) UU No. 32 tahun 1954 tentang Pencatatan NTR;
b) Ord. CS untuk Perkawinan Campuran, S. 1904 No. 279;
c) Ord. CS untuk Gol. Tionghoa, S. 1917 No. 130;
d) Ord. CS untuk Gol. Kristen Indonesia, S. 1933 No. 75;
e) Ord. CS untuk Gol. Bumi Putera - S. 1927 No. 564.
Contoh Kasus:
Perkawinan menurut Adat Sunda (Gumirat Barna Alam - Susilowati) ditolak KCS JakartaTimur.
Perkawinan secara Kong Hu Cu (Budi Wijaya – Lanny Guito) ditolak KCS Surabaya.
Asas Perkawinan:
- Asas kesepakatan : pasal 6 UUP “perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai”
- Asas monogami : pasal 3 UUP :
1. Pada asasnya dalam suatu perkawinan hanya boleh mempunyai seorang isteri, seorang perempuan hanya boleh mempunyai seorang suami
2. Pengadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Perbedaan Asas Monogami dalam BW dan UUP:
Asas monogami di dalam BW bersifat mutlak, sedang asas monogami dalam UUP tidak mutlak.
Syarat perkawinan:
1. Syarat Materil
- Syarat Materil Mutlak : syarat yang harus dipenuhi
a. Tidak terikat dengan perkawinan lain
b. Persetujuan kedua mempelai
c. Harus memenuhi batas umur → ini diberlakukan agar tidak timbul persoalan krusial yang mempengaruhi status seseorang
d. Bagi janda berlaku ketentuan waktu
e. Calon yang belum berumur 21 tahun harus ada ijin kedua orang tua
- Syarat Materil Relatif : tidak boleh dipenuhi sekaligus larangan kawin
a. Orang yang mempunyai hubungan darah terlalu dekat
b. Orang yang ada hubungan semenda atau sesusuan
c. Saudara isteri, bibi atau kemanakan isteri
d. Orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya dilarang kawin
e. Orang yang telah dua kali bercerai dengannya, kecuali hukum agamanya menentukan lain
f.Menurut putusan hakim melakukan perzinahan dengannya.
2. Syarat Formil
- Pemberitahuan kepada pencatatan perkawinan
- Pengumuman oleh pegawai pencatat perkawinan (untuk memenuhi asas publisitas) tujuannya untuk menghindari fitnah, larangan kawin
- Pelaksanaan perkawinan (dalam UU tidak diatur secara teknis).
Pencegahan Perkawinan:
- Perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan (pasal 13 UUP)
- Yang dapat mencegah perkawinan adalah :
1. Para keluarga dalam garis keturunan ke atas dan ke bawah
2. Apabila calon mempelai berada di bawah pengampuan sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai lainnya
3. seseorang karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah satu pihak dan atas dasar adanya perkawinan
4. pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah perkawinan apabila ketentuan larangan perkawinan dilanggar.
Pembatalan Perkawinan:
- Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
- Yang dapat mengajukan pembatalan tersebut adalah :
1. para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri
2. suami atau isteri
3. pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan
4. pejabat yang ditunjuk dan setiap orang yang mempunyai kepentingan terhadap perkawinan tersebut tetapi hanya setelah perkawinan itu putus
5. seseorang karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah satu pihak dan atas dasar adanya perkawinan.
Ketentuan pidana Pasal 279 KUHP terhadap pasal 27 BW yg mengatur poligami :
Dasar-dasar Konsiderans :
• Pasal 27 BW mengatur azas monogami mutlak “Dalam kurun waktu yg sama seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai seorang perempuan isterinya, sehingga perempuan hanya satu orang laki-laki sebagai suaminya”
• Ketentuan pasal 279 KUHP, pelaku poligami bisa dipidana.
• Ketentuan UUP No. 1 th 1974 boleh melakukan poligami.
• Agama Islam membolehkan Poligami ;
• Agama kristen melarang poligami ;
• Ketentuan PP untuk ABRI dan PNS, melarang Poligami ;
Dengan konsiderans diatas, bahwa tidak serta-merta Pasal 27 BW tidak diberlakukan, karena UU Perkawinan masih harus melihat keabsahan perkawinan menurut agama dan kepercayaannya, dalam hal ini berlaku ketentuan azas Lex Specialis de rogat legi generalis” meskipun pelaksanaanya UUP tdk mutlak.
Bubarnya Perkawinan:
Pasal 38 UUP menentukan bahwa “Perkawinan dapat putus karena :
a. Kematian
b. Perceraian
c. Keputusan Pengadilan
- BW tidak mengatur secara tegas mengenai defenisi perkawinan. Menurut pasal 26 BW undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan perdata saja
- Perkawinan hanya merupakan ikatan lahir saja
- Tidak memasukkan unsur keagamaan secara tegas
- Tidak bertujuan mendapatkan keturunan
2. Menurut Pasal 1 UUP
- Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
- Perkawinan tidak hanya merupakan urusan lahiriah saja tetapi juga urusan bathiniah
- Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia.
- UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) merupakan hasil kodifikasi yang besifat parsial.
a. Seluruh Ketentuan Dalam UUP Belum berlaku efektif, karena mengingat PP No. 9 tahun 1975 ttg peraturan pelaksanaan UUP tidak mengatur kedudukan harta benda, anak, hak, dan kewajiban orang tua dengan anak, serta perwalian.
b. Pasal 66 UUP yang menyatakan bahwa “ ketentuan perkawinan dalam KUHPdt beserta dengan peraturan lain mengenai perkawinan sejauh telah diatur dalam UUP dinyatakan tidak berlaku“ ; rasio a contrario : berarti bahwa apabila UUP tidak mengatur hal2 tersebut, maka KUHPdt dan ketentuan perkawinan lainnya dapat diberlakukan.
Meskipun tujuan dikeluarkan UUP adalah untuk unifikasi peraturan perkawinan, tetapi dalam pelaksanaannya tetap bersifat pluralistis, Pelaksanaan UUP masih bersifat Pluralistik meskipun tujuan dikeluarkannya UUP untuk Unifikasi Perkawinan hal ini dikarenakan UUP masih belum lengkap shg masih bergantung pd peraturan yang lain mengenai perkawinan seperti yg telah disebutkan dalam pasal 66 UUP.
Sahnya perkawinan:
Pasal 2 ayat (1) UUP : perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaanya itu.
Perbedaan pendapat tentang kata “AGAMA” dan “KEPERCAYAAN” dalam pasal 1 UUP
1.”agama dan kepercayaan” itu satu pengertian yaitu agama saja, akibatnya perkawinan hanya sah apabila dilakukan menurut hukum agama yang diakui oleh pemerintah
2.”agama dan kepercayaan” itu mempunyai dua pengertian yaitu agama dan kepercayaan.
Pencatatan Perkawinan:
Pasal 2 ayat (2) UUP:
“Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”
a) UU No. 32 tahun 1954 tentang Pencatatan NTR;
b) Ord. CS untuk Perkawinan Campuran, S. 1904 No. 279;
c) Ord. CS untuk Gol. Tionghoa, S. 1917 No. 130;
d) Ord. CS untuk Gol. Kristen Indonesia, S. 1933 No. 75;
e) Ord. CS untuk Gol. Bumi Putera - S. 1927 No. 564.
Contoh Kasus:
Perkawinan menurut Adat Sunda (Gumirat Barna Alam - Susilowati) ditolak KCS JakartaTimur.
Perkawinan secara Kong Hu Cu (Budi Wijaya – Lanny Guito) ditolak KCS Surabaya.
Asas Perkawinan:
- Asas kesepakatan : pasal 6 UUP “perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai”
- Asas monogami : pasal 3 UUP :
1. Pada asasnya dalam suatu perkawinan hanya boleh mempunyai seorang isteri, seorang perempuan hanya boleh mempunyai seorang suami
2. Pengadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Perbedaan Asas Monogami dalam BW dan UUP:
Asas monogami di dalam BW bersifat mutlak, sedang asas monogami dalam UUP tidak mutlak.
Syarat perkawinan:
1. Syarat Materil
- Syarat Materil Mutlak : syarat yang harus dipenuhi
a. Tidak terikat dengan perkawinan lain
b. Persetujuan kedua mempelai
c. Harus memenuhi batas umur → ini diberlakukan agar tidak timbul persoalan krusial yang mempengaruhi status seseorang
d. Bagi janda berlaku ketentuan waktu
e. Calon yang belum berumur 21 tahun harus ada ijin kedua orang tua
- Syarat Materil Relatif : tidak boleh dipenuhi sekaligus larangan kawin
a. Orang yang mempunyai hubungan darah terlalu dekat
b. Orang yang ada hubungan semenda atau sesusuan
c. Saudara isteri, bibi atau kemanakan isteri
d. Orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya dilarang kawin
e. Orang yang telah dua kali bercerai dengannya, kecuali hukum agamanya menentukan lain
f.Menurut putusan hakim melakukan perzinahan dengannya.
2. Syarat Formil
- Pemberitahuan kepada pencatatan perkawinan
- Pengumuman oleh pegawai pencatat perkawinan (untuk memenuhi asas publisitas) tujuannya untuk menghindari fitnah, larangan kawin
- Pelaksanaan perkawinan (dalam UU tidak diatur secara teknis).
Pencegahan Perkawinan:
- Perkawinan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan (pasal 13 UUP)
- Yang dapat mencegah perkawinan adalah :
1. Para keluarga dalam garis keturunan ke atas dan ke bawah
2. Apabila calon mempelai berada di bawah pengampuan sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai lainnya
3. seseorang karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah satu pihak dan atas dasar adanya perkawinan
4. pejabat yang ditunjuk berkewajiban mencegah perkawinan apabila ketentuan larangan perkawinan dilanggar.
Pembatalan Perkawinan:
- Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.
- Yang dapat mengajukan pembatalan tersebut adalah :
1. para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri
2. suami atau isteri
3. pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan
4. pejabat yang ditunjuk dan setiap orang yang mempunyai kepentingan terhadap perkawinan tersebut tetapi hanya setelah perkawinan itu putus
5. seseorang karena perkawinan dirinya masih terikat dengan salah satu pihak dan atas dasar adanya perkawinan.
Ketentuan pidana Pasal 279 KUHP terhadap pasal 27 BW yg mengatur poligami :
Dasar-dasar Konsiderans :
• Pasal 27 BW mengatur azas monogami mutlak “Dalam kurun waktu yg sama seorang laki-laki hanya diperbolehkan mempunyai seorang perempuan isterinya, sehingga perempuan hanya satu orang laki-laki sebagai suaminya”
• Ketentuan pasal 279 KUHP, pelaku poligami bisa dipidana.
• Ketentuan UUP No. 1 th 1974 boleh melakukan poligami.
• Agama Islam membolehkan Poligami ;
• Agama kristen melarang poligami ;
• Ketentuan PP untuk ABRI dan PNS, melarang Poligami ;
Dengan konsiderans diatas, bahwa tidak serta-merta Pasal 27 BW tidak diberlakukan, karena UU Perkawinan masih harus melihat keabsahan perkawinan menurut agama dan kepercayaannya, dalam hal ini berlaku ketentuan azas Lex Specialis de rogat legi generalis” meskipun pelaksanaanya UUP tdk mutlak.
Bubarnya Perkawinan:
Pasal 38 UUP menentukan bahwa “Perkawinan dapat putus karena :
a. Kematian
b. Perceraian
c. Keputusan Pengadilan
Arti
Hukum Perkawinan
· BW/KUHPerdata
“suatu persekutuan/perikatan antara seorang wanita dan seorang pria yang diakui
sah oleh UU/ peraturan negara yang bertujuan untuk menyelenggarakan kesatuan hidup
yang abadi.”
· UU No. 1/1974 tentang perkawinan pasal 1 “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang wanita sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang MahaEsa.”
· UU No. 1/1974 tentang perkawinan pasal 1 “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang wanita sebagai suami istri yang bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang MahaEsa.”
· BW → pasal 26 →Yuridis→sahnya perkawinan jika
syarat-syarat menurut Undang-undang dipenuhi.
· UU No.1/1974 →spesifik→diperhatikan juga unsur-unsur: biologis – sosiologis – religius.
· UU No.1/1974 →spesifik→diperhatikan juga unsur-unsur: biologis – sosiologis – religius.
· Perkawinanmonogami→pasal 27 KUHPerdata
pelanggaran atas asas monogami tersebut dipidana (pasal 279 KUHPidana).
· Hakekat perkawinan→abadi→hanya putus karena kematian.
· Cerai→boleh→alasan-alasan ditentukan secara terbatas/limitatif.
· Hakekat perkawinan→abadi→hanya putus karena kematian.
· Cerai→boleh→alasan-alasan ditentukan secara terbatas/limitatif.
· Larangan
perceraian dengan persetujuan;
· Hakim wajibmendamaikan kembali sebelum memutuskan perkara perceraian;
· Perceraian harus dengan alasan-alasan terbatas, diluar alasan-alasan tersebut dilarang.
· Hakim wajibmendamaikan kembali sebelum memutuskan perkara perceraian;
· Perceraian harus dengan alasan-alasan terbatas, diluar alasan-alasan tersebut dilarang.
· Unsur
agama/UU tidak mencampurkan upacara-upacara perkawinan menurut peraturan –gereja.
· UU tidak memperhatikan larangan-larangan untuk kawin seperti ditentukan peraturan agama.
· Cerai dimungkinkan, tidak dikenal dalam hukum agama Katolik.
· Biologis UU tidak memperhatikan faktor-faktor biologis→kemandulan.
· Motif UU tidak memperdulikan motif yang mendorong para pihak untuk melangsungkan perkawinan.
· UU tidak memperhatikan larangan-larangan untuk kawin seperti ditentukan peraturan agama.
· Cerai dimungkinkan, tidak dikenal dalam hukum agama Katolik.
· Biologis UU tidak memperhatikan faktor-faktor biologis→kemandulan.
· Motif UU tidak memperdulikan motif yang mendorong para pihak untuk melangsungkan perkawinan.
Konsepsi perkawinan
menurut BW hanya dipandang dari segi keperdataan saja, artinya undang-undang
melihat perkawinan itu sah dan syara-tsyaratnya menurut undang-undang dipenuhi.
Disini yang diperhatikan semata-mata adalah faktor yuridis (pasal 26).
Konsepsi perkawinanmenurut UU No.1/1974. Kita lihat pasal 1 UU Perkawinan No. 1/1974, adalah 4 unsur perkawinan, yaitu:
Konsepsi perkawinanmenurut UU No.1/1974. Kita lihat pasal 1 UU Perkawinan No. 1/1974, adalah 4 unsur perkawinan, yaitu:
·
Ikatan laki-laki dan
wanita sebagai suami istri
·
Ikatan lahir batin
·
Membentuk rumah tangga
yang bahagia dan kekal
·
Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha esa
· Unsur
Religius (Keagamaan) kita lihat perumusan UU Perkawinan No.1/1974 ayat (1) ada
unsur ikatan antara seorang laki-laki dan seorang wanita dan terkandung makna
monogami. Monogami ini dianut dalam batas-batas yang wajar dan sesuai dengan
agamanya.
Pengaturan poligami juga sangat terbatas.
o Pasal 2 ayat (1) →makna religius
o Pasal 29 ayat (2) →Perjanjian perkawinan
o Pasal 51 ayat (3) →Bukti UU Perk. memperhatikan agama
o Pasal 8 sub f
· Unsur Biologis. Kita lihat di dalampasal 4 sub C
· Unsur Sosiologis. (Pasal 7 ayat (1)) mengenai batas usia. Tujuannya untuk mencegah bertambahnya penduduk dan membatasi kelahirannya.
· Unsur Yuridis
o Pasal 2 ayat (2): semua perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.
o pasal 35-37: mengatur mengenai harta bawaan.
o Pasal 2 ayat (1) →makna religius
o Pasal 29 ayat (2) →Perjanjian perkawinan
o Pasal 51 ayat (3) →Bukti UU Perk. memperhatikan agama
o Pasal 8 sub f
· Unsur Biologis. Kita lihat di dalampasal 4 sub C
· Unsur Sosiologis. (Pasal 7 ayat (1)) mengenai batas usia. Tujuannya untuk mencegah bertambahnya penduduk dan membatasi kelahirannya.
· Unsur Yuridis
o Pasal 2 ayat (2): semua perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.
o pasal 35-37: mengatur mengenai harta bawaan.
· BW
dibagi menjadi Materiil dan Formil. Materiil terdiri dari umum (sepakat,
monogami, usia, tenggat waktu tunggu untuk perkawinan kedua) dan khusus
(khusus menyangkut masalah larangan dan izin kawin). Formil terdiri dari sebelum perkawinan dan sesudah perkawinan.
(khusus menyangkut masalah larangan dan izin kawin). Formil terdiri dari sebelum perkawinan dan sesudah perkawinan.· UU perkawinan No. 1/1974 dibagi menjadi Materiil dan Formil. Materiil terdiri dari umum dan khusus.
(khusus menyangkut masalah larangan dan izin kawin). Formil terdiri dari sebelum perkawinan dan sesudah perkawinan.
(khusus menyangkut masalah larangan dan izin kawin). Formil terdiri dari sebelum perkawinan dan sesudah perkawinan.· UU perkawinan No. 1/1974 dibagi menjadi Materiil dan Formil. Materiil terdiri dari umum dan khusus.
· SyaratMateriil
yaitu mengenai syarat (diri pribadi) calon mempelai.
*Syarat materiil umum→berlaku untuk seluruh perkawinan, terdiri dari:
(1) kata sepakat (Pasal 28 KUHPerdata)(2) Asas yang dianut monogamimutlak (Pasal 27 KUHPerdata)(3) Batas usia (Pasal 29 KUHPerdata)Laki-laki=18 tahun wanita=15 tahun(4) Tenggang waktu tunggu (jangka waktu) pasal 34 KUHPerdata wanita adalah 300 hari.* SyaratMateriil Khusus→berlaku hanya untuk perkawinan tertentu. Syarat ini ada dua, yaitu:
1. Larangan Perkawinan (Pasal 30, 31, 32, 33)2. Izin kawin:pasal 39 KUHPerdata : izin mengenai anak-anak luar kawinpasal 40 KUHPerdatapasal 42 KUHPerdata : perumusan orang yang sudah berusia 21 tahun tapi belummencapai 30 tahun.pasal 35 s.d 38 KUHPerdata· Syarat Formil adalah mengenai tata cara perkawinan baik sebelum perkawinan maupun setelah perkawinan sebelum perkawinan:
(1) pemberitahuan ps. 50 s.d. 53 KUHPerdata.(2) pengumuman, diumumkan 10 hari.
*Syarat materiil umum→berlaku untuk seluruh perkawinan, terdiri dari:
(1) kata sepakat (Pasal 28 KUHPerdata)(2) Asas yang dianut monogamimutlak (Pasal 27 KUHPerdata)(3) Batas usia (Pasal 29 KUHPerdata)Laki-laki=18 tahun wanita=15 tahun(4) Tenggang waktu tunggu (jangka waktu) pasal 34 KUHPerdata wanita adalah 300 hari.* SyaratMateriil Khusus→berlaku hanya untuk perkawinan tertentu. Syarat ini ada dua, yaitu:
1. Larangan Perkawinan (Pasal 30, 31, 32, 33)2. Izin kawin:pasal 39 KUHPerdata : izin mengenai anak-anak luar kawinpasal 40 KUHPerdatapasal 42 KUHPerdata : perumusan orang yang sudah berusia 21 tahun tapi belummencapai 30 tahun.pasal 35 s.d 38 KUHPerdata· Syarat Formil adalah mengenai tata cara perkawinan baik sebelum perkawinan maupun setelah perkawinan sebelum perkawinan:
(1) pemberitahuan ps. 50 s.d. 53 KUHPerdata.(2) pengumuman, diumumkan 10 hari.
· Syarat
Materiil
*Syarat Materiil Umum1. kata sepakat2. asas yang dianut monogami tidak mutlak3. batas usia, laki-laki= 19 tahun wanita= 16 tahun4. jangka waktu (tenggang waktu)cerai mati : 130 hari cerai hidup : 3 kali suci/90 hari*SyaratMateriil Khusus1. larangan perkawinan (Ps.8 UU Perkawinan)2.Izin kawin (Ps.6 ayat (2) UU Perkawinan)· Syarat Formil
sebelum perkawinan pemberitahuan, penelitian, pengumuman.Pelangsungan perkawinan, melaksanakan.
*Syarat Materiil Umum1. kata sepakat2. asas yang dianut monogami tidak mutlak3. batas usia, laki-laki= 19 tahun wanita= 16 tahun4. jangka waktu (tenggang waktu)cerai mati : 130 hari cerai hidup : 3 kali suci/90 hari*SyaratMateriil Khusus1. larangan perkawinan (Ps.8 UU Perkawinan)2.Izin kawin (Ps.6 ayat (2) UU Perkawinan)· Syarat Formil
sebelum perkawinan pemberitahuan, penelitian, pengumuman.Pelangsungan perkawinan, melaksanakan.
·
Menurut BW. Pengumuman
lamanya waktu 10 hari, pemberitahuan.
·
Menurut UU Perkawinan No.
1/1974. Pemberitahuan, penelitian, pengumuman lamanya waktu 10 hari setelah
diumumkan.
·
Jaksa atau penuntut umum
dalam hal bertentangan dengan pasal 27 → mengenai
asas monogami
·
Ayah-ibu dari calon
tersebut lihat ketentuan pasal 61 KUHPerdata
_ masih belumdewasa dan
belum memperoleh izin;
_ telah dewasa tetapi
belummencapai umur 30 tahun;
_ Jika salah satu dari
kedua belah pihak telah ditaruh dibawah pengampuan.
·
Wali apabila orang tua
telah tidak ada.
·
Kakek atau nenek.
·
Suami dari perkawinan
pertama yang karena perceraian belum melewati jangka waktu 300 hari.
a. Pasal 14 UU No.1/1974 keluarga dalamgaris keturunan keatas
atau kebawah.b.Pasal 15 UU No.1/1974 istri dapat melakukan pencegahanc. Pasal
16 UU No.1/1974 mengenai pejabat yang ditunjuk yaitu apabila perkawinan
tersebut tidak memenuhi pasal 7,8,9,10,11 UU No.1/1974. Kalau seseorang
sudahmelakukan perkawinan 2 kali, maka untuk yang ketiga kalinya tidak boleh,
kecuali masing-masing agama atau kepercayaannya menentukan lain. Apabila
setelah pengumuman tidak ada orang yang datang untuk mencegah, maka perkawinan
itu boleh dilangsungkan.
menurut BW setelah 10
hari sejak perkawinan
menurut UU setelah 10
hari sejak pengumuman
·
pasal 83, 84 KUHPerdata
·
pasal 56 UU No.1/1974
tentang perkawinan syarat
formulanya yaitu dimana hukum perkawinan itu dilangsungkan, tetapi bagi warga
negara Indonesia, yang materiil berarti harus hukum Indonesia (UU No.1/1974).
Dalam jjangka waktu 1 tahun setelah kembali ke Indonesia, maka harus
didaftarkan kembali dan hanya diberi waktu:
- menurut BW= 1 bulan
- menurut UU Perkawinan No.1/1974 yaitu pasal 52 ayat (2)= 1 thn
- menurut UU Perkawinan No.1/1974 yaitu pasal 52 ayat (2)= 1 thn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar