Sejarah Hukum
Dagang.
Pada zaman sebelum lahirnya nabi Isa di Romawi ( sebelum masehi )
telah terbentuik himpunan peraturan dalam bidang hukum perdata yang bernama Corpus
Iuris Civilis ( C.I.C) terdiri atas ;
1.
Codex Yustianus ( kumpulan UU yang
telah dibukukan oleh para ahli hukum atas perintah kaisar Romawi.
2.
Pandecta ( kumpulan pendapat para ahli
hukum Romawi yang termasyur, mislany Gaius,Paulus Pianus.
3.
Institutiones ( berisikan
lembaga-lembaga hukum Romawii.
4.
Noveles ( kumpulan UU yang dikeluarkan
sesudah Codex selesai.
permulaan abad ke 6 ( 527- 533) yaitu pada zaman kaisar Justianus
dalam buku Codex Iustianus. C.I,C pada zamannya dipandang cukup baik
mengatur tentang hubungan antar perorangan.
Di samping peraturan yang sudah dikodifikasikan, ini tentunya
masih ada kebiasaan-kebiasaan khusus yaitu kebiasaan dagang.
Alasan tersebut di
atas , maka pada abad ke 17 di bawah Raja Lodewijk XIV diadakan
kodifikasi dalam hukum pedagang oleh Menteri keuangan Colbert membuat aturan
sebagai berikut :
1.
Ordonnance Du Commerce ( 1673 ) , yang mengatur hukum pedagang sebagai hukum untuk golongan
tertentu yaitu kaum pedagang.
2.
Ordonnace De La Marine ( 1681) yang mengatur hukum pedagang laut ( khusus untuk pedagang
di kota pelabuhan ).
Kemudian pada tahun 1807 pada di Prancis disamping adanya Code
Civil Des Francais , telah dibuat lagi suatu kitab undang-undang hukum
dagang tersendiri yaitu :
1.
Code De Commerce, yang mengatur hubungan antara perseorangan dalam arti yang
sempit khusus mengenai perdagangan.
2.
Code Civil , yang mengatur hubungan antra perseorangan dalam arti luas yang
disebut hukum perdata. Adapaun penyusunan dua buku ini berdasarkan dua
ordonnanci yaitu Ordonnance de Commerce dan Ordonnace
de La Marine.
Kemudian kedua
kodifikasi hukum Prancis di atas dinyatakan berlaku di Prancis pada tanggal 1
Januari 1808, karena pada waktu itu Belanda merupakan negara jajahan Prancis
kedua buku itu berlaku juga di Belanda berdasarkan Concordatie Beginsel
atau asas konkonrdansi ( asas yang menyatakan bahwa hukum disuatu negara
diperlakukan sama di negara lain). Setelah Belanda merdeka ( 1813 ) berusaha
membuat satu UU baru, akan tetapi tidak berhasil dan masih terpengaruh oleh
pemisahan kedua kitab tsb. Belanda berhasil menyusun buku baru (bersumber pada (
Code civil dan Code de Commerce) yang mulai berlaku di Belanda 1
Oktober 1838 dan bernama :
1.
Burgelijk Wetboek( BW) : yang terjemahan menjadi Kitab undang-undang hukum perdata
(KUHPer).
2.
Wet boek Van Koophandel (WVK) , yang terjemahan menjadi Kitab undang-undang Hukum dagang( KUHD)
Dari uraian sejarah di atas menunjukan bahwa asal penyusunan BW
dan WVK adalah bersumber dari hukum yang pertama (C.I.C ) dan secara khusus
bersumber pada Code Civil dan Code de Commerce dan
dari sinilah tongkat adanya pemisahan antara BW dan WVK..
B. Hubungan antara
KUHD dengan KUHPerdata
Secara umum dapat dikatakan bahwa KUHperdata dan KUHD merupakan
swatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. KUHper merupakan Hukum perdata umum
sedangkan KUHD merupakan hukum perdata khusus ,maka hubungan kedua ini berlaku
adegium “ Lex specialis derogat lex generali ( hukum khusus
menyampingkan hukum umum ) , adegium ini dirumuskan dalam UU sebagaimana
tercantum dalam pasal 1 KUHD yang berbunyi : KUHPerdata seberapajuah dan
padanya dalam kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan berlaku
juga hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.
Pasal 15 KUHD ; Segala perseroan tersebut dalam bab ini dikuasai
oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum
perdata.
Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa ketentuan yang
diatur dalam KUHPer berlaku juga terhadap masalah-masalah yang tidak diatur
secara khusus dalam KHUD dan sebaliknya apabila KUHD mengatur secara khusus
maka ketentuan–ketentuan umum yang tidak diatur dalam KUHper tidak berlaku
Hubungan antara KUHP dan KUHD sebagai hukum umum dan hukum khusus dapat
dibuktikan lagi dari pasal-pasal 1319, 1339 , 1347 KUHPerdata, pasal 5, pasal
396 KUHD. Dengan demikian KHUPer dan KUHD tidak ada perbedaan asasi.
Antara KUHP dengan KUHD sebagai hukum khusus dan hukum umum yang
bersifat subordinasi, lain hal dengan di negara Swiss bersifat koordinasi
saling melengkapi , asas pada zivilgesetzbuch dapat dipakai dalam
obligationenrech ,begitu pula sebaliknya.
Beberapa pendapat
sarjana membicarakan hubungan KUHperdata dan KUHdagang antara lain :
1.
Van Kan beranggapan bahwa hukum dagang adalah suatu tambahan hukum perdata
yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus,. KUHper memuat hukum
perdata dalam arti sempit sedangkan KHUD memuat penambahan yang mengatur
hal-hal khusus hukum perdata dalam arti sempit.
2.
Van Apeldoorn menganggap hukum dagang suatu bagian istimewa dari lapangan hukum
perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHperdata.
3.
Sukardono menyatakan bahwa pasal 1 KUHD memilihara kesatuan antara hukum
perdata umum dan hukum perdata Dagang sekedar KUHD tidak khusus menyimpang dari
KUHPerdata.
4.
Tirtamijaya menyatakan bahwa hukum dagang adalah suatu hukum perdata yang
istimewa.
5.
Soebekti, terdapatnya KUHD disamping KHUPer sekarang ini dianggap tidak pada
tempatnya oleh karena itu sebenarnya hukum dagang tidak lain dari pada hukum
perdat dan perkataan dagang bukan suatru pengertian ekonomi.
Sumber –sumber Hukum Dagang
Hukum Dagang
Indonesia terutama bersumber pada aturan :
1.
Hukum
Tertulis yang dikodifikasikan :
1.
Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (
WVK )
2.
Kitab
Undang – Undang Hukum Perdata (KUHP) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia
(BW).
3.
Secara langsung bersumber pada code du
commerce dan code Civil dan kedua kitab ini bersumber secara
tidak langsung dari Ordonance de Commerce dan ordonence de
la Marine
2.
Hukum
tertulis yang belum dikodifikasi, yakni peraturan-peraturan/ perundang-undangan
khusus yang mengtur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.
PENGERTIAN HUKUM DAGANG
Hukum dalam arti
harfia dapat berarti :
·
Peraturan
yang dibuat oleh sesuatu kekuasaan atau alat yang berlaku oleh dan untuk orang
banyak.
·
Segala Undang-undang
peraturan dsb untuk mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat.
Dari pengertian dapat disimpuilkan bahwa hukum adalah segala sesutau
peratruran baik yang tertulis atau tidak tertulis untuk mengatur kehidupan
manusia dalam masyarakat
Dari pengertian di atas terdapat kesamaan bahwa hukum adalah untuk
mengatur manusia dalam hidup masyarakat, selanjutnya tentang Dagang dalam arti
harfia berarti :
1.
selalu
asing negeri asing
2.
selalu
pengembara ; orang asing
3.
perniagaan
; jual beli.
Hukum Dagang hukum yang mengatur kehidupan manusia dalam lapangan
perniagaan atau jual beli.
M.H Tirtaamidjaja, istilah hukum dagang ini dengan hukum perniagaan;
Prof R.Soekardono menggunakan istilah hukum dagang, begitu pula saya
sependapat dengan istilah hukum dagang walaupun secara harfia mempunyai arti
yang sama yaitu : Dagang = perniagaan, karena perkataan dagang lebih populer
atau lebih banyak digunakan orang dalam kehidupan sehari-hari, misalnya ditanya
apa pekerjaan anda ? orang akan menjawab berdagang.
Manusia yang
berdagang disebut pedagang. Siapa pedagang itu ?
Dalam ketentuan lama
dari pasal 2 s/d 5 kUHD disebutkan :
Pasal 2 : pedagang adalah mereka yang melakukan
perbuatan pernaigaan ssebagai pekerjaannya sehari-hari.
Pasal 3 : perbuatan perniagaan pada umumnya adalah
perbuatan pembelian barang-barang untuk dijual.
·
perubahan
dalam KUHD dikaitkan dengan Pengertian Perusahan dan pekerjaan
Sebelum memberikan
pengertian tentang perusahaan sebaiknya kita meninjau beberapa istilah yang
disebutkan dalam KUHD lama, yang ada kaitan dengan perusahaan yaitu adanya
istilah pedagang dan perniagaan, kemudian pada tahun 1938 mengalami perubahan
antara lain :
1.
berlakunya
Stb 1938-276 mulai berlaku 17 Juli 1938, terjadi
penghapusan pasal 2 d/a 5 pada Bab I KUHD ( lama) pengertian pedagang
dan perbuatan perniagaan diganti dengan pengertian perusahaan
2. Masukanan istilah Perusahan dalam hukum
dagang dimana yang tercantum dalam pasal 6, 16 ,36 KUHD.
3.
sebelum
adanya perubahan dalam KUHD terdapat pengertian pedangan adalah mereka yang
melakukan perbuatan perniagaan sebagai perbuatan sehari-hari, sedangkan
perniagaan adalah perbuatan berupa pembelian barang untuk dijual kembali.
Dari ketentuan pasal 2 sampai 5 KUHD lama dalam penerapannya banyak
kesulitan antara lain :
1.
pengertian
barang yang ditentukan dalam pasal 3 KUHD lama meliputi barang bergerak padahal
dalam masyarakat banyak juga terjadi barang tidak bergerak, misalnya, tanah,
gedung, rumah, kapal terdaftar. Apakah tunduk pada pasal 2 s /.d 5 KUHD, hal
ini diatur dimana ?
2.
Pengertian
“ perbuatan perdagangan dalam pasal 3 KUHD (lama) hanya meliputi perbuatan
membeli, tidak meliputi perbuatan menjual. Menjual adalah tujuan dari perbuatan
membeli, padahak menurut ketentuan pasal 4 KUHD (lama) perbuatan menjual
termasuk juga perbuatan perdagangan, misalnya menjual wesel, jual beli kapal.
3.
ketentuan
pasal 2 KUHD lama perbuatan perdagangan dilakukan oleh pedagang, padahal
menurut ketentuan pasal 4 perbuatan perdagangn ada juga dilakukan oleh bukan
pedagang,misalnya mengenai komisi, makelar,wesel,pelayan.
4.
jika
terjadi perselisihan antara pedagang dan bukan pedagang mengenai pelaksanan
perjanjian, tidak dapat diterapkan dalam KUHD, karena hanya berlaku bagi
pedagang yang pekerjaannya sehari-hari melakukan perbuatan perdagangan.
Kesulitan-kesulitan di atas mendesak pembentuk undang-undang untuk
melakukan perubahan terhadap KUHD Nederland dan bersarakna asas konkordansi
dalam pasal 131 I.S di Indonesia maka terjadi perubahan , maka hukum yang
mengatur tentang pedagang dan perbuatan perniagaan berubah menjadi hukum yang
mengatur tentang perusahaan, karena pengertian perusahaan dapat berkembang
sesuai dengan gerak langka dalam lalu lintas perusahan sendiri.
1. PENGERTIAN
PERUSAHAN
Pengertian perusahan
diserah pada para ahli hukum , untuk itu terdapat beberapa pendapat yang
penting sebagai berikut :
a. Menurut Pemerintag Belanda (pembentuk UU) ,
pada waktu itu membaca “ memorie van toelichting “ rencana
undang-undang ” Wetboek van Koophandel “ dihadapan parlemen menerangkan
bahwa yang disebut “ Perusahaan
ialah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus dengan terang-terangan, dalam
kedudukan tertentu untuk
mencari laba
( bagi diri sendiri) .
b. Menurut Prof. Molengraaff Perusahaan adalah
keseluruhan perbuatan yang
dilakukan secara terus menerus , bertindak keluar, untuk mendapat pengahasilan,
dengan cara memperniagakan barang-barang, atau mengadakan perjanjian-perjanjian
perdagangan. Disini Molengraaff memandang perusahaan dari sudut “
ekonomi “ Disini Molengraaff melihat pengertian perusahan dalam 6 unsur karena
tujuan memperoleh penghasilan dilakukan dengan cara sebagai berikut;
1.
memperdagangkan barang artinya membeli barang dan menjual lagi
dengan perhitungan memperoleh penghasilan berupa keuntungan dan laba.
2.
Menyerahkan barang artinya, melepaskan penguasaan atas barang dengan perhitungan
memperoleh penghasilan berupa keuntungan atau laba.
3.
Perjanjian perdagangan yaitu menghubungkan pihak satu dengan pihak
lain dengan perhiotungan memperoleh penghasilan berupa keuntungan atau laba
bagi pemberi kuasa dan upah bagi penerima kuasa misalnya makelar, komisioner
dan agen perusahaan. Perlu diketahui bahwa dalam rumusan Molengraaf tidak
dipersoalkan tentang perusahaan sebagai badan usaha, yang dikemukana justru
perusahaan sebagai perbuatan, jadi ada kesan hanya meliputi kegiatan usaha.
·
Menurut Polak , baru ada
perusahaan, bila diperlukan adanya
perhitungan-perhitungan tentang laba rugi yang diperkirakan,dan segala sesuatu
itu dicatat dalam pembukuan. Disini Polak memandang perusahaan dari
sudut komersiil sedangkan menurut Polak cukup terdapat 2 unsur yaitu pembukuan dan laba rugi , karena Polak mengakui ada unsur lain
yang terbukti dari penjelasanya bahwa apakah suatu perusahaan dijalankan
menurut cara yang lazim atau tidak , dapat diketahui dari keteraturan
menjalankan perusahaan itu dan bukan dijalankan secara gelap, jika unsur itu
tidak ada,hilang sifat perusahaan dari aspek hukum perusahaan.
Dengan adanya unsur pembukuan laba rugi maka rumusan pengertian
perusahaan lebih dipertegas lagi sebab pembukuan laba rugi merupakan unsur mutlak yang harus ada
pada perusahaan menurut ketentuan
pasal 6 KUHD laba
adalah tujuan utama setiap
perusahaan, jika tidak demikian itu bukan perusahaan, namun dalam
rumusan perusahaan menurut Polak tidak disinggung soal perusahaan sebagai badan
usaha.
·
Pasal 1 huruf
(b) UU no 3 tahun 1982 (UWDP) defenisi perusahaan adalah
sebagai berikut : Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankanm
setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan didirikan,bekerja
serta berkedudukan dalam wilayah negara indonesia untuk tujuan memperoleh
keuntang dan atau laba.
UNSUR-UNSUR PENGERTIAN PERUSAHAAN
Berdasarkan pengertian dari Molengraaf dan Polak dan pembentuk UU, maka
dapat diidentifikasi unsur-unsur yang terdapat dalam pengertian perusahaan :
1.
Badan Usaha.
Badan usaha yang menjalankan kegiatan dalam bidang
ekonomi itu mempunyai bentuk tertentu seperti perusahan dagang, firma,
persekutuan komanditeir,perseroan terbatas,perusahan umum, koperasi, hal ini
diketahu dalam akte pendirian, dapat diketahui melalui isin usaha seperti pada
perusahan perseorangan. Dalam rumusan Molengraf dan Polak, unsur badan usaha
tidak dipersoalkan, tetapi pada kenyataan dewasa ini menunjukan bahwa setiap
kegiatan dalam bidang ekonomi tentu dijalankan oleh badan usaha, jika tida
demikian hanya merupakan pekerjaan belaka.
2.
Kegiatan
dalam bidang ekonomi.
Objek kegiatan ekonomi ialah harta kekayaan. Tujuan
ialah memperoleh keuntungan
dan atau laba. Kegiatan dalam bidang ekonomi meliputi
perdagangan,pelayaran dan industri yang dapat dirinci sebagai berikut :
a. perdagangan meliputi jual berli barang bergerak
misalnya eksport import, bursa ,efek,restoran,toko swalayan, perumnas, valuta
asing.
b. pelayanan meliputi penyediaan jasa misalnya
biro perjalanan , biro konsultan,salonkecantikan, kursus ketrampilanmenjahit,
penangkapan ikan, dll
3.
Indurtri
meliputi mencari dan mengelola, serta mengadakan sumber daya dan kekayaan
,misalnya ekplorasi dan pengeboran minyak, penangkapan ikan, uasaha
pertanian/perkayuan,makanan dalam kaleng, barang kerajinan,obat-obatan,
kendaraan bermotor, reklame dan perfilman,percetakan dan penerbitan.
3. Terus menerus
Molengraaff dan Polak melakukan pembentukan Undang-undang menentukan
bahwa kegiatan dalam bidang ekonomi itu dilakukan secara terus menerus, artinya tidak terputus-putus, tidak secara
insidental;, tidak sebagai sambilan, bersifat tetap untuk jangka waktu lama,
jangka waktu tersebut ditentukan dalam akta pendirian perusahaan atau dalam
surat izin usaha.
4. Terang terangan.
Terangan terangan artinya diketahui oleh umum dan ditujukan kepada umum, tidak selundup-selundupan,
diakui dan dibenarkan oleh masyarakat, diakui dan dibenarkan oelh pemerintah
berdasarkan undang-undang dan bebas berhubungan dengan pihak lain(pihak ketiga)
.Bentuk terang-terangan ini dapat diketahui dari akta pendirian perusahaan
serta surat izin usaha,surat isin tempat usaha, akta pendaftaran perusahaan.
Molengraaff menggunakan istilah pihak lain ( pihak ketiga ) ,tetapi
tidak dipersoalkan apakah secara terus menerus atau selundupan. Apabila
bertindak keluar itu secara terang-terangan juga tidak dipersoalkan maka UU
mengatur bentuk terang-terangan ini. Jika unsur itu tidak adsa, maka perusahaan
itu dikatakan liar dan melanggar Undang-undang.
5. Keuntungan dan
atau laba
Molengraaff menggunakan istilah penghasilan, Polak menggunakan istilah
laba, pembentuk undang-undang menggunakan istil;ah keuntungan dan atau
laba,.ketiga istila ini adalah istil;ah ekonomi yang menunjukan nilai lebih
(hasil) yang diperoleh dari modal yang dijalankan. Setiap kegiatan menjalankan
tentu berdasarkan sejumlah modal. Dengan modal perusahaan itu keuntungan dan atau laba dapat
diperoleh ini adalah tujuan utama setiap perusahaan.
6. Pembukuan.
Dalam rumusan Molengraaf tidak terdapat unsur pembukuan tetapi Polak
menambahkan unsur ini dalam pengertian perusahaan.
·
PENGERTIAN
PEKERJAAN
Pekerjaan (
beroep )
adalah suatu istilah yang mempunyai pengertian yang lebih luas dari pada
pengertian perusahaan (bedrijf), tidak semua orang yang menjalankan pekerjaan itu
menjalankan perusahan sebaliknya, setiap orang yang menjalankan perusahaan menjalankan pekerjaan
juga KUHD sendiri tidak memberikan rumusan resmi mengenai pekerjaan, maka
terserah pada pakar ilmu hukum dan hakim untuk merumuskan pengertian pekerjaan.
Sedangkan untuk
membedakan mana perbuatan yang termasuk dalam pengertian pekerjaan dalam arti
hukum dan mana yang bukan ,perlu ditentukan unsur-unsur pekerjaan seperti urain
berikut ini :
1.
Perbuatan
atau kegiatan.
Unsur ini meliputi perbuatan atau kegiatan dalam bidang apa saja,
misalnya dalam bidang ekonomi, sosial politik, pemerintah, pendidikan.
2. Terus menerus
perbuatan atau kegiatan itu dilakukan terus menrus, artinya tidak
terputus-putus, tidak insidental, merupakan pencaharian pokok yang bersifat
tetap,untuk jangka waktu lama.
3. Terang-terangan.
Artinya mendapat pengakuan atau izin dari
pemerintah atau pengangkatan dari pemerintah atau menmdapat pengakatan dari
lembaga / badan tempat ia lmelakukan kegiatan, sehingga diketahui oleh
masyarakat luas.
4. Kualitas tertentu
kualitas tertentu adalah keahlian khusus yang
dikaui oleh lembaga/badan yang berkepentingan. Keahlian/ketrampilan khusus ini
diperoleh melalui jenjang pendidikan dan pelatihan tertentu, atau karena
pengalaman yang mendalam.
5. Penghasilan
pengahasilan adalah imbalan yang diperoleh dari
pelayanan yang diberikan. Ini adalah tujuan yang diperhitungkan.
Berdasarkan unsur
yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan defenisi pekerjaan dari segi hukum,
yaitu “ perbuatan atau kegiatan yang dilakukan secara terus menerus ,
terang-terangan berdasarkan kualitas tertentu, dengan tujuan memperoleh
penghasilan. Pekerjaan yang memenuhi unsur-unsur ini biasa disebut “ Profesi”.
PERBEDAAN PERUSAHAN DAN PEKERJANAN
Penting dibedakan kedua pengertian ini karena ada akibat hukum tertentu
apabila suatu kegiatan dikatagorikan menjalankan perusahan atau pekerjaan,
misalnya dalam pasal 6 KUHD ditentukan bahwa pada pokoknya bahwa wajib bagi
mereka yang menjalankan perusahaan untuk membuat pembukuan, jadi tidak wajib
bagi yang menjalankan pekerjaan.
Perbedaan antara menjalankan perusahan dan pekerjaan sebagai berikut :
1. kalau pada pengertian perusahan unsur laba rugi
merupakan unsur mutlak, maka penegrtian pekerjaan unsur laba rugi tidak
merupakan unsur mutlak.
2. Dasar perbuatan- perbuatan yang dilakukan bagi
suatu pekerjaan itu untuk tidak mencari laba, tetapi atas dasar cinta ilmiah,
preikemanusian atau agama.
Dari kedua perbedaan
diatas, maka timbul pendapat pemerintah Belanda perencana WVK mempersoalkan bagaimana
kedudukan dokter , pengacara notaris dan juru sita, oleh karena itu menurut
pendapat pemerintah belanda bahwa mereka tidak menjalankan perusahaan karena
mereka melakukan tugasnya atas dasar kualitas pribadi (keahlian) mereka tidak
menjalankan perusahan tetapi menjalankan pekerjaan.
Polak bimbang atas kebenaran pendapat tersebut menurut
Polak kedudukan seorang dokter, pengacara, notaris, juru sita sebab tukang kaju
,tukang batu, tukang jahit orang-orang yang pekerjaan didasarkan pada kualitas
pribadi, toh dalam masyarakat selalu dipandang sebagai menjalankan perusahaan.
Menurut Polak dokter dst menjalan perusahan bila mereka dalam
melaksanakan pekerjaan mempertimbangkan laba rugi yang dapat diperkirakan dan
memcatatnya dalam pembukuan. Misalnya seorang dokter pemerintah
menjalankan tugas dirumah sakit pemerintah, maka dokter tidak menjalankan
perusahaan tetapi menjalankan pekerjaan, karena dia dalam menjalankan tugasnya
dia tidak memperhitungkan laba rugi dan tidak membukukan semua dalam pembukuan,
tetapi kalau dokter sama dalam membuka praktek di rumah sakit, maka dia
menjalankan perusahaan, karena menjalankan tugasnya dengan memperhitungkan laba
rugi dan mencacatnya itu semua dalam pembukuan.
Saya sependapat
dengan Polak bahwa perhitungan laba rugi bagi suatu perusahan adalah hal yang
mutlak karena bagaimanapun perusahan dalam menjalankan usaha memperhatikan
kedua hal tersebut yaitu laba, rugi lain hal dengan pekerjaan yang laba rugi
semata-mata bukan merupakan tujuan utama.
PERSOALAN, BAGAIMANA
DENGAN KEDUDUKAN AKUNTASI DAN PELEPAS UANG ( geldschieter)
Dalam pengertian perusahaan tidak ada tafsiran yang resmi , maka
kedudukan akuntansi dan pelepas uang termasuk menjalankan perusahaan atau
pekerjaan menurut putusan antara lain :
1.
kedudukan
akuntan :
1.
H.R. dalam
arrest-nya tanggal 25 nopember 1925 menetapkan bahwa akuntan
menjalankan perusahan.
2.
H.R.
dalam arrest-nya tanggal 4 Januari 1932, memutuskan bahwa
meskipun akuntan menjalankan perusahaan,namun dia tidak termasuk sebagai
pedagang menurut pasal 2 KUHD lama,
2. Kedudukan pelepas uang dalam H.G, dalam
keputusan tanggal 8 september 1938 menetapkan bahwa bahwa pelepas uang
menjalankan perusahaan.
PERANTARA PADA SUATU PERUSAHAAN
Dalam penggunaan
istilah perantara terdapat istilah pembantu. Kedua istilah tidak ada
perbedaannya, karen keduanya ( pembantu, perantara ) yang pekerjaan membantu
pengusaha dalam menjalankan usaha, jadi sebagai pengusaha :
1.
dia
dapat melakukan perusahaannya sendiri, tanpa pembantu. Itulah pengusaha
perseorangan.
2.
dia
dapat melakukan perusahan dengan pembantu-pembantunya. Pengusaha turut serta
dalam melakukan perusahaan,pengusaha mempunyai kedudukan sebagai pengusaha dan
pimpinan perusahaan.
3.
dia
dapat menyuruh orang lain untuk melakukan perusahaannya sedangkan dia tidak
turut serta melakukan perusahaan. Kedududukan pimpinan perusahan sebagai
pengusaha sedangkan menjadi pimpinan perusahaan adalah orang lain yang mendapat
kuasa dari dia.
Adapun perantara pada suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya
terbagi dalam dua yaitu :
1.
Perantara
dalam perusahaan antara lain :
1.
pelayan
toko.
2.
Pengurus
filial ( filial houder )
3.
Pekerja
/pedagang keliling ( commercial Traveller)
4.
Pemegang
prokurasi ( procuratie houder )
5.
Pimpinan
perusahaan ( Manager, Bedrijfs leider)
2.
Perantara
di luar perusahaan antara lain :
1.
Agen
perusahaan ( commercial agent )
2.
Makelar (
broker)
3.
Komisioner
( Factory )
4.
Notaris.
5.
Pengacara.
Pimpinan Perusahan ( manager, bedrijfs leider)
Pemegang kuasa
pertama dari pengusaha perusahan.dia yang mengemudikan seluruh perusahaan.
Dialah yang bertanggungjawab maju mundur perusahan. Dalam istilah sekarang dia
adalah direktur sedangkan dibawah direktur ada direktur-direktur. Direktur
orang yang diberi wewenang memegang salah satu bidang perusahaan tertentu .
direktur inilah termasuk pemegang prokurasi.
Hubungan hukum
antara pimpinan perusahaan dengan pengusaha maupun perantara/pembantu dalam
perusahaan;
1 Hubungan hukum Ketenegakerjan, yaitu hubungan hukum yang
bersifat subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah dan yang
diperintah. Manager mengikat dirinya untuk menjalankan perusahaan dengan
sebaik-baiknya, sedangkan pengusaha mengikatkan diri untuk membayar upahnya (
pasal 1601 a KUHPer).
2. Hubungan pemberi kuasa yaitu hubungan yang diatur dalam pasal
1792 KUHper. Pengusaha merupakan pemberi kusa, sedangklan manager merupakan
pemegang kuasa. Pemegang kuasa mengikatkan diri untuk melaksanakan perintah
pemberi kuasa sedangkan sipemberi kuasa mengikatkan diri untuk memberi upah
sesuai dengan perjanjian yang bersangkutan.
Agen Perusahan
Yang disebut sebagai
agen perusahaan
adalah orang yang mewakili
pengusahaa mengadakan dan melaksanakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama
pengusaha. Fungsi
agen perusahaan adalah sebagai
pengantara antara pengusaha dengan pihak ketiga dan sebagai wakil dari
pengusaha. Agen perusahaan adalah perusahaan yang berdiri sendiri yang
mewakili kepentingan pengusaha yang diagennya disuatu tempat. Agen perusahaan
mempunyai hubungan tetap dengan pengusaha yang dapat mewakili lebih dari satu
perusahaan.
Hubungan hukum
antara agen dan principal merupakan hubungan hukum yang dibangun melalui
mekanisme layanan lepas jual, dimana hak milik atas produk yang dijual oleh
agen tidak lagi berada pada principal melainkan sudah berpindah kepada agen,
karena pada prinsipnya agen telah membeli produk dari prioncipal.
Status Hukum
Keagenan
1.
hukum
keagenan hanya diatur oleh keputusan Meteri saja, hal ini menyebabkan lemahnya
status dan hubungan hukum yang terjadi pada bisnis keagenan bahkan banyak
terjadi praktik penyimpangan.
2.
kontrak
harus ditandatangani secara langsung antara principal dan agen.
3.
kontrak
antara principal dan agen wajib didaftarkan ke Depertemen dan perindustrian dan
perdagangan, kalau tidak bererti batal demi hukum.
4.
persyaratan
untuk mendapatkn surat tanda daftar perusahaan
Perbedaab pokok agen perusahan dengan distributor
Nathan Weinstock ( 1987), seperti dikutip Levi Lana ( dalam jurnal
hukum Bisnis, 2001: 67 ) membedakan secara tegas antara agen perusahan dan distributor
:
a. distributor membeli dan mernjual barang untuk
dirinya sendir dan atas tanggung jawab diri sendiri termasuk memikul semua
risiko, sedangkan agen melakukan tindakan hukum atasd printah dan tanggung
jawab principal dan risiki dipikul oleh principal.
b. distributor mendapat keuntungan margin harga
beli dengan harga jual sedangkan agen mendapat komisi.
c. distributor bertanggung jawab sendiri atas
semua biaya yang dikeluarkan sedangkan agen meminta pembayaran kembali atas
biaya yang dikeluarkannya.
d. sistim manajemen dan akuntansi dari distributor
bersifat otonom, sedangkan keagenan berhak menagih secara langsung kepada
nasabah.
Mengenai hubungan tersebut ada beberapan pendapat diantaranya ;
1.
Molengraaff, yang mengatakan bahwa hubungan itu bersifat pelayanan
berkala.
2.
Polak tidak menyatakan dengan tegas sifat hubungan
antara agen perusahaan dengan agen perusahaan. Beliaun menunjukan putusan hakim
yang senada dengan Molengraaff ada ada pula yang menyatakan ada hubungan hukum
perburuhan.
3.
Soekardono pada pokoknya yang apabila ditinjau dari sudut
pemberian perantara, maka pedagang keliling tidak berbeda dengan agen
perusahaan yang juga mengadakan pengusaha dengan pihak ketiga , akan tetapi
pedagang keliling berada dalam ikatan hukum perburuhan dengan majikannya,.
Sedangkan agen perusahaan itu sebagai perantara berdiri sendiri terhadap
beberapa pengusaha dengan mana ia tidak terikat karena perjanjian perburuhan
melalaikan perjanjian untuk melakukan pekerjaan.
Makelar ( broker )
Pasal 62 KUHD Makelar
adalah seorang pedagang
perantara yang diangkat oleh gubernur jendral (sekarang Presiden) atau oleh
pembesar yang oleh gubernur jenderal yang dinyatakan berwenang untuk itu.
Dengan demikian makelar adalah orang
yang menjalankan perusahan yang menghubungkan pengusaha dengan pihak ketiga.
Menurut pengertian undang-undang Makelar adalah : seorang perantara yang
menghubungkan pengusaha dengan pihak ketiga untuk mengadakan pelbagi
perjanjian, misalnya perjanjian jual beli barang dagangan,
obligasi-obligasi,efek-efek, akesep dll. Pengaturan tentang makelar dalap
dilihat pada KUHD , Buku I, pasal 62 sampai dengan pasal 73.
Ciri-Ciri seorang Makelar;
1.
Makelar
harus mendapat pengangkatan resmi dari pemerintah (C.Q. Menteri kehakiman) (
pasal 62 ( ayat 2).
2.
Sebelum
menjalankan tugas, makelar harus disumpah di muka Ketua Pengadilan bahwa dia
akan menjalankan kewajiban dengan baik ( pasal 62 ayat 2 ).
Pasal 65 KUHD ayat
(1) pengangkat seorang makelar ada dua macam yaitu :
1.
Pengangkatan
yang bersifat umum yaitu untuk segala jenis lapangan/ cabang perniagaan.
2.
Pengangkatan
yang bersifat terbatas yakni bahwa dalam aktanya ditentukan untuk jenis atau
jenis-jenis lapangan/ cabang perniagaan apa mereka diperbolehkan
menyelengarakan pemakelaran mereka, misalnya untuk wesel, efek-efek, asuransi,
pembuatan kapal dll.
Apabila pengangkatan bersifat terbatas, maka menurut pasal 65 ayat 2
KUHD, makelar tidak boleh / dilarang berdagang untuk kepentingan sendiri dalam
cabang atau cabang-cabang perniagaan yang dikerjakan, baik secara bekerja sendiri
atau bersama-sama dengan orang lain ataupun menjadi penanggung (orang) bagi
perbuatan--perbuatan yang ditutup dengan perantaraannya.
Hubungan hukum
makelar dengan pengusaha ( prinsipalnya)
Dalam pasal 62 KUHD
disebutkan bahwa antara makelar dengan prinsipal berada dalam hubungan hukum
yang tidak tetap dan bertindak atas nama prinsipal sehingga dapat disimpulkan
dalam hubungan hukum pemberi kuasa ( pasal 1792 KUHPer) dan pelayanan berkala (
pasal 1601 KUHPer) sama dengan agen perusahan, pengacara, makelar dapat
menyebutkan pemberi kuasanya.
Prosedur
pengangkatan makelar yaitu :
1.
Mengajukan
permohonan ke Pengadilan negeri sesuai domisili makelar.
2.
Dalam
permohonan harus disebutkan dalam lapangan apakah pemohon ingin bekerja sebagai
makelar.
3.
Sebelum
memutuskan permohonan, PN minta pertimbangan kejaksaan dan dewan Makelar serta
kadin.
4.
Setelah
mendengan pertimbangan tersebut baru pengadilan dapat memutuskan boleh atau
tidak untuk disumpah sebagai permakelar.
Kewajiaban Makelar
yaitu :
1.
Harus
membuat pembukuan.
2.
memberikan
turunan dari catatan dalam pembukuan apabila diminta oleh pihak –pihak (pasal
67 KUHD).
3.
Dalam
hal jual beli atas contoh, makelar harus menyimpan contoh atau monster sampai
perjanjian selesia ( pasal 69 KUHD).
4.
Dalam
hal jual beli surat berharga makelar harus menjamin keaslian tanda tangan yang
ada ( pasal 70 KUHD).
5.
menyimpan
buku saku dan buku harian.
Larangan-larangan bagi Makelar
1.
Tidak
boleh bertindak atas namanya sendiri.
2.
Berdagang
dalam lapangan usaha yang sama dengan usaha prinsipalnya ( pasal 65 ayat 2).
3.
Menjadi
penjamin terhadap pihak ketiga
Hak makelar seperti yang ditentukan dalam pasal 62 ayat 1 KUHD, makelar
berhak atas upah/ provisi dalam praktek disebut “ courtage “ . UU tidak
mencantumkan berapa besarnya upah makelar karena berada pada hubungan pemberi
kuasa.
Sanksi – sanksi bagi Makelar
Apabila makelar
melanggar ketentuan UU, maka dapat dibebaskan atau diskorsing dari tugasnya
baik sementara atau diberhentikan dari jabatannya oleh pemerintah/ gubernur (
pasal 71 ), akan tetapi kalau makelar jatuh pailit harus dibebaskan dari
tugasnya oleh hakim ( pasal 72 KUHD) dan seorang makelar yang telah dilepaskan
jabatannya tidak boleh diangkat kembali.
Perbedaan makelar yang kita dengar sehari-hari
dengan makelar.
Makelar tdk resmi
Makelar
- Dalam hubungan
hukum pemberi kuasa - dalam hub hukum pemberi
dari prinsipalnya
kuasa dan pelayanan berkala
- Dapat menerima
upah/tdk menerima upah - menerima upah sesuai UU
- Dlm praktek upanya
disebut komisi - upah disebut coutage
- tidak ada kewajib membuat
pembukuan - wajib membuat pembkn
- Tidak ada
kewajiban menyimpan monster - kewajiban menyimpan mon
barang dalam
perjanjian jual beli ster sampai selesai perjanjian
- Tidak mewajibkan
keaslian tanda tangan - wajib tanggung keaslian
pada jual beli surat
berharga tanda tangan yg ada surat
berharga
- Belum tentu
menjalankan perusahaan - menjalankan perusahaan.
- Tidak diangkat
oleh pemerintah dan - diangkat oleh pemerintah dan tidak disumpah di pengadilan
disumpah di pengadilan.
Persamaannya
·
Sama-sama
melakukan perantara atas suruha orang lain atau amant orang lain.
·
Dalam
bagian tertentu sama-sama dalam hubungan hukum pemberi kuasa.
·
Sama-sama
mendapat hak retensi.
KOMISIOENER ( PASAL 76 S/D 85 KUHD ) Dalam pasal 76 KUHD disebutkan Komisioner adalah seorang yang menyelenggarakan perusahannya dengan melakukan perbuatan-perbuatan menutup persetujuan atas nama atau firma dia sendiri, tetapi atas amanah dan tanggungan orang lain dengan menerima upah atau provisi tertentu.
Ciri-ciri Komisioner
1.
Tidak
ada syarat pengangkatan resmi dan penyumpahan sebagaimana makelar.
2.
Komisioner
menghubungkan komiten dengan pihak ketiga atas nama sendiri ( pasal 76 ).
3.
Komisioner
tidak berkewajiban untuk menyebutkan nama komiten ( psl 77 ayat 1 ).Dia disini
menjadi pihak dalam perjanjian ( pasal 77 ayat 2 ).
4.
tetapi
komisioner juga dapat bertindak atas nama pemberi kuasa ( pasal 1979 KUHPER )
dalam hal ini maka ia tunduk pada Buku III KUHPer tentang pemberi kuasa.
Perjanjian komisi adalah perjanjian antara komisioner dengan komiten, yaitu perjanjian pemberi kuasa, perjanjian inilah timbul hubungn hukum yang tidak tetap sebagaimana makelar.
Adapun sifat hukum perjanjian komis ini tidak diatur secara tegas dalam UU, hal ini kita lihat para pendapa yaitu :
1.
Polak
berpendapat bahwa hubungan itu bersifat sebagai perjanjian pemberi kuasa
khusus, yakni pemberian kuasa yang mempunyai sifat-sifat khusus, adapun
kekhususnya terletak dalam hal :
1.
menurut
pasal 1792 KUHPer, seorang pemegang kuasa bertindak pada umumnya atas nama
pemberi kuasa. Tetapi komisioner pada umumnya bertindak atas namanya sendiri (
pasal 76 )
2.
pemegang
kuasa bertindak tanpa upah kecuali diperjanjikan dengan upah (pasal 1794
KUHPer) tetapi komisioner mendapat provisi bila pekerjaan sudah selesai ( pasal
76 )
3.
Akibat
hukum perjanjian komisi ini banyak yang tidak diatur dalam Undang-Undang.
2. Molengraaff berpendapat bahwa perjanjian komisi itu merupakan
perjanjian campuran yaitu perjanjian pelayanann berkala dan perjanjian pemberi
kuasa,
3. Prof Soekardono berpendapat lebih mendekati
Polak dari pada Molengraaff, berdasarkan pasal 79 dan 85. pendapat ini
diperkuat dengan hak retensi. Hak retensi diberikan kepada pemegang kuasa oleh
pasal 1812 KUHPer menjelaskan “ sikuasa adalah berhak unrtuk menahan segala apa
kepunyaan si pemberi kuasa yang berada ditangannya sekian lama hingga kepadanya
telah dibayar lunas segala apa yang dapat dituntutnya sebagai akibat pemberian
kuasa. sebaliknya hak retensi ini tidak diberikan kepada pemberi pelayanan
berkala, maka menurut Soekardono pendapat polak yang benar.Dengan demikian hubungan antara komisioner dan komiten adalah sebagai pemegang kuasa dan pemberi kuasa. Komisioner bertanggung jawab atas pelakasanaan perintah pemberi kuasa dan pemberi bertanggung jawab atas biaya pelakasanan perintah dan pembayaran provisi. Jadi perjanjian komisi adalah perjanjian pemberi kuasa khusus yang hak dan kewajiban diatur dalam KUHD buku III, Bab XIV, Bagian II dan III. Dan dalam KHUD Buku I Bab V ,bagian I. Perjanjian ini harus dilaksanakan dengan itikat baik ( pasal 1338 ayat 3 KHUPer ).
Sedangkan hubungan antara komisioner dengan pihak ketiga adalah hubungan para pihak dalam perjanjian ( pasal 78 ) jadi komiten tidak dapat menggugat pihak ketiga begitu pula sebaliknya pihak ketiga tidak perlu tahu untuk siapa komisioner bertindak. Tetapi biaya yang dikeluarkan oleh komisioner untuk melaksanakan perjanjian harus ditanggung oleh komiten ( pasal 76, 77 ).
Dalam praktek sering terjadi komisioner memberi jaminan kepada pemberi kuasanya (komiten) terhadap penyelesian perjanjian dengan pihak ketiga yang menguntungkan. Jaminan ini yang disebut Borgtocht “ Apabila perjanjian itu benar-benar menguntungkan pemberi kuasanya, maka komisioner mendapat provisi yang menurut Dorhout Mees disebut dengan Del Credere . Del Creder ini merupakan janji khusus ( beding) dalam perjanjian komisi antara komisioner dengan komitennya, yang dapat dijanjiakn secara terang-terangan atau secara diam-diam berdasarkan kebiasaan hukum dalam praktek, Mengenai lembaga ini diatur dalam pasal 240 KHUD .
Hak –hak khusus Komisioner
Hak retensi yaitu hak komisioner untuk menahan barang-barang
komiten, bila provisi dan biaya-biaya
lain belum dibayar ( pasal 85 KUHD dan 1812 KHUPer) ini adalah juga hal
pemegang kuasa yang diberikan pada pasal 1812 KUHPer. Hak ini mengenai semua
barang-barang komiten yang ada ditangan komisioner.,
1.
Hak
istimewa (hak Privilege ) yang diatur dalam pasal 80 KUHD
sedangkan pelaksanan diatur dalam pasal 81,82.83 KUHD. Dalam pasal 80 KUHD
dinyatakan bahwa semua penagihan komisioner mengenai provisi, uang yang telah
dikeluarkan untuk memberi voorschot, biaya-biaya dan bunga, biaya-biaya untuk
perikatan yang sedang berjalan, maka komisioner mempunyai hak istimewa pada
barang komiten yang ada ditanganb komisioner : a. untuk dijualkan. B. untuk
ditahan bagi kepentingan lain yang akan datang.c. yang dibeli dan diterimanya
untuk kepentingan komiten.
Persamaan makelar dan komisioner :
- Kedua-duanya
bertindak sebagai perantara orang lain
- sama-sama
menerima upah.
- sama-sama
menjalankan perusahaan
Perbedaan makelar dan komisioner sebagai berikut :
Komisioner (pasal 76
s/d 85 KUHD) - Makelar (pasal 62 s/d73 KUHD)
- pendirian tidak
memerlukan formalitas - Harus diangkan oleh pemerintah
khusus dan disumpah
- pihak yg memberi
perintah disbt komiten - disebut prinsipal
- mempunyai hakl
retensi dan hak istimewa - hanya hak retensi
- berada dlm hub hkm
pemberi kuasa khusus - pelayanan berkala
- dalam melaksanakan
tugas tdk menyebut - wajib memberitahu nama komiten sipal
- dapat menjadi
penjamin ( Del Credere ) -Tidak boleh menjadi penjamin (borg ) barang-barang
Pembukuan
Dalam pembukuan
terdapat 2 kali perubahan yaitu :
1.
perubahan
peraturan pembukuan yang pertama terjadi pd tgl 9 juli 1927 dengan S 1927 –
146. Adapun sebab-sebab dan sistim perubahan ini ialah :
1.
pengaturan
dalam pasal 6 KUHD tidak mengindahkan perbedaan-perbedaan antara pembukuan
sistim enkel dan system dubbel.
2.
Pelaksanaan
pada pasal 6 sangat sulit, sehingga orang mencari jalan keluar yang lebih
gampang, yaitu dengan mempergunakan sistim yang memakai kartu-kartu atau
lembaran-lembaran lepas. Perubahan yang dibawa S 1927 – 146 ialah mengharuskan
an catatan-catatan mengenai harta kekayaan termasuk harta kekayaan yang dalam
perusahaannya. Catatan-catatan itu harus dibuat sedemikian rupa sehingga setiap
saat dapat diketahui semua hak-hak dan kewajiban si pedagang
( pasal 6 ayat 1 KUHD )
2.
perubahan
terjadi pada tanggal 17 juli 1938 dengan S 1938- 276 ,perubahan ini mengenai
istilah pedagang yang rumusan diganti dengan setiap orang yang menjalankan
perusahaan, maka orang yang menjalankan perusahan wajib membuat catatan-catatan
tentang harta kekayaan termasuk harta kekayaan perusahaan ,sehingga setiap saat
dapat diketahui segala hak dan kewajiban pengusaha.
Kewajiban membuat
neraca menurut pasal 6 ayat 2 KHUD setiap pengusaha tiap-tiap tahun dalam
tenggang waktu 6 bulan yang pertama harus membuat neraca menurut syarat-syarat
perusahaannya dan menandatanganinya sendiri, karena dalam KUHD tidak ditegaskan
tentang syarat-syarat penbuatan neraca, maka kita melihat kebiasaan-kebiasaan
yang berlaku didunia perusahaan.
Menurut Polak neraca
ialah daftar yang berisikan;
1. seluruh harta kekayaan beserta harganya dari
masing-masing benda.
2. segala utang-utang dan saldo., menurut beliau
kebiasaan dalam dunia perusahan memakai bentuk Scontrol ( dua halaman
yang berdampingan) bagi neraca. Neraca harus ditanda tangani sendiri oleh
pengusaha, jadi dalam persekutuan firma semua sekutu firma dan dalam perseroan
terbatas oleh pengurus dan komisaris.
Pasal 6 ayat 3
buku-buku atau catatan-catatan seperti tersebut dalam pasal 6 ayat 1 dan neraca
tersebut dalam pasal 6 ayat 2 harus disimpan selama 30 tahun, ketentuan ini
gugur ada hubungan dengan tenggang waktu untuk gugurnya hak menuntut
sebagaimana diatur dalam pasal 1967 KUHPer, tetapi pasal menurut pasal 6 ayat 3
itu juga, surat-surat dan telegram yang keluar harus disimpan selama 10 tahun.
Soekardono berpendapat bahwa perbedaan lamanya waktu
menyimpan itu tidak dapat dimengerti, sebab upaya pembuktian justru lebih
banyak terdapat dalam surat-surat dan telegram dari pada dalam buku-buku dan
neraca-neraca.
Mengenai pembukuan
diatur dalam Bab 2 Buku 1 pasal 6,7,8,9, dan 12 KUHDagang. Di mana setiap
pengusaha diwajibkan oleh UU untuk membuat dan memelihara pembukuan.
Fungsi Pembukuan :
1.
Agar
dapat diketahui harta kekayaan ( asset) perusahaan setiap saat. Pergerakan
asset itu harus diikuti dengan berfungsinya proses pembukuan yang jujur.
Terutama untuk pergerakan asset tetap dan tidak tetap ( bergerak) atau asset
berwujud dan tidak berwujud, dimana asset tersebut dapat dipindah
kepemilikannya dalam waktu yang sangat singkat.
2.
Sebagai
alat bukti ( pasal 7 KUH Dagang ). Termasuk adalah pembukuan sebagai alat bukti
apabila terjadi perkara dipengadilan maupun untuk yang berkaitan dengan pajak.
Pembukuan yang benar akan sangat membantu kita dalam proses di pengadilan
maupun bila kita berhadapan dengan masalah-masalah perpajakan ,sebab pembukuan
dibuat bukan sebagai alat untuk menghindari pajak.
Buku-buku sebagai
yang diperintahkan penyelenggaran oleh pasal 6 mempunyai sifat RAHASIA,
artinya tidak setiap orang boleh melihatnya kecuali orang-orang yang
diperbolehkan oleh undang-undang , yakni:
1.
untuk
penyelesaian suatu warisan.
2.
Bagi yang turut berkepentingan dalam usaha bersama.
3.
untuk kepentingan perseroan.
4.
Bagi yang turut mengangkat agen atau kuasa yang langsung
berkepentingan.
5.
dalam kepailitan untuk keperluan para kreditor.
Pembentuk undang-undang memberikan dua kemungkinan
penorobosan yaitu dengan cara :
1.
Pembukuan
( representation ) yang diatur dalam pasal 8
2.
Pemberitaan
( communication ) yang diatur dalam pasal 12
ad.1 lembaga
pembukuan hanya diberikan kepada para pihak yang bersengketa di muka pengadilan
dan kepada hakim ex officio, yaitu bila terjadi perselisihan di muka
hakim , dimana satu-satunya jalan yang menuju pada penyelesaian perkara hanya
dengan cara pembukuaan catatan dan neraca yang dipegang oleh pengusaha, maka
hakim ex officio atau atas permintaan pihak yang berkepentingan, dapat memerintah
pembukaan catatan atau neraca tersebut. Sebaliknya pihak yang memegang
pembukuaan dapat menawarkan pembukuaan catatan dan neraca itu kepada hakim,
dalam hal demikian. Hakim dapat menolak atau menerima
( pasal 8 ayat 1
),karena dari hakim tidak dapat diminta agar beliau mengetahui soal-soal
pembukuaan sampai sekecil-kecilnya, maka pasal 8 ayat 2 memberi kesempatan
kepada hakim untuk mendengar pendapat ahli tentang sifat dan isi dari catatan
atau neraca itu.
Mengenai prosedur
pendengar kepada para ahli itu kita dapat berpedoman pada pasal 154 H.I.R atau
pasal 181 R.bg.
Apabila catatan itu
harus dibuka berada di luar wilayah hukum yang bersangkutan, maka hakim dapat
meminta kepada hakim yang wilayah dimana catatan atau neraca itu berada, maka
mengadakan catatan dan neraca bersangkutan ( pasal 9 )
Bila pihak yang
memegang catatan dan neraca tidak mau menuruti perintah hakim untuk membuka
catatan dan neracanya maka terserah atas kebijaksanaan hakim untuk menarik
kesimpulan dari padanya ( pasal 8 ayat 3 )
ad.2. Pemberitaan
yang diatur dalam pasal 12, kalau pembukuan hanya dapat terjadi di muka hakim
maka pemberitaan dapat terjadi di luar hakim. Orang-orang yang menurut pasal 12
berwenang untuk menuntut pemberitaan ialah :
1.
orang
yang berwenang mengangkat pengurus,yaitu pengusaha atas pemilik perusahaan.
2.
sekutu
atau pesero
3.
Tenaga kerja yang berkepentingan terhadap perusahaan.
4.
ahli waris pengusaha, sekutu dan tenaga kerja yang
berkepentingan terhadap perusahaan.
Dalam hal direksi tidak mau menyerahkan buku-bukunya untuk suatu
pemberitaan, maka pemberitaan dapat diminta di muka hakim. Bila permintaan itu
pun ditolak lagi, maka hakim dapat menghukum direksi :
1.
membayar
biaya kerugian dan bunga
2.
membuayar
sejumlah uang paksa ( dwangsom ) selama dan setiap kali terhukum
tidak melaksanakan bunyinya putusan pengadilan ( pasal 606 a dan 666b Rv )
3.
dengan
paksaan badan ( lijfsdwang). Mengenai paksaan badan ini ada
perbedaan pengaturan di HIR dan di Rv. Menurut pasal 584 Rv putusan paksaan
badan harus sudah termasuk dalam putusan mengenai soal pokoknya, tetapi menurut
pasal 209 HIR dan seterusnya putusan paksaan badan itu dibuat tersendiri dan
diluar surat putusan mengenai soal pokoknya.
Penerapasan sanksi
terhadap pasal 6 KUHD , perintah untuk mengerjakan kepada para pengusaha
seperti yang terkandung dalam pasal 6 KUHD adalah mutlak, yaitu harus
dijalankan. Bila tidak, maka orang/pengusaha yang tidak mengerjakan pembukuan
menurut keputusan Menteri perdagangan tanggal 14 Maret 1963. No 387/KP/848,
hanya diancam dengan sanksi administrasi.
PENDAFTARAN PERUSAHAAN
Dasar hukumnya
Dasar hukum pendaftaran perusahaan adalah undang-undang No.3 Tahun 1982
Tentang Wajib Daftar Perusahaan, selanjutnya disingkat UWDP.Undang-undang ini
diikuti oleh beberapa peraturan pelaksanaan yaitu antara lain Keputusan Menteri
Perdagangan No.285/Kep/li/85 Tentang Pejabat Penyelenggara wajib Daftar
Perusahaan; Keputusan Mentri Perdagangan No.286/Kep/II/85 Tentang Penetapan
Tarif Biaya Administrasi Wajib Daftar Perusahaan; Keputusan Mentri Perdagangan
No.288/Kep/ll/85 Tentang Hal-hal yang Wajib didaftarkan, khusus bagi P.T yang
menjual sahamnya dengan perantara pasar modal.
Dalam pasal 1 UWDP dirumuskan beberapa istilah tertentu yang dipakai
dalam soal pendaftaran perusahaan. Beberapa istilah itu adalah seperti
diuraikan berikut ini :
1.
Usaha
adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang
perekonomian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha untuk tujuan memperoleh
keuntungan atau laba.
2.
Pengusaha
adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan atau badan hukum yang
menjalankan suatu jenis perusahaan.
3.
Perusahaan
adalah bentuk uasah yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan
terus-menerus dan didirikan, bekerja, serta berkedudukan dalam wilayah negara
Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba.
4.
Daftar
perusahaan adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan
ketentuan undang-undang dan atau peraturan-peraturan pelaksanaanya, dan memuat
hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan serta disahkan oleh
Pejabat yang berwenang dari Kantor Pendaftaran Perusahaan.
5.
Wajib
daftar perusahaan adalah kewajiban setiap pengusaha untuk mendaftarkan
perusahaannya secara resmi menurut perundang-undangan pada Kantor Pendaftaran
Perusahaan.
Tujuan Pendaftaran Perusahaan
Untuk mengetahui apa tujuan pendaftaran perusahaan perlu dibaca
penjelasan umum UWDP No.3 Tahun 1982. Dalam penjelasan umum itu pada pokoknya
dinyatakan, tujuan pendaftaran perusahaan itu adalah seperti diuraikan dalam
butir-butir berikut ini :
1.
Melindungi
perusahaan yang jujur.Tujuan pertama pendaftran perusahaan ialah untuk
melindungi perusahaan yang dijalankan secara jujur dan terbuka dari kemungkinan
kerugian akibat praktik usaha yang tidak jujur, seperti persaingan curang,
penyelundupan.Dengan kewajiban pendaftaran dapat dicegah atauv dihindari
timbulnya perusahaan dan badan usaha yang tidak bertanggung jawab serta dapat
mungkin perusahaan yang jujur.
2.
Melindungi
masyarakat atau konsumen. Tujuan kedua pendaftaran perusahaan ialah untuk
melindungi masyarakat atau konsumen dari kemungkinan akibat perbuataan yang
tidak jujur atau insolvabel suatu perusahaan. Dengan kewajiban pendaftarn
perusahaan dapat diketahui keadaan perusahaan melalui daftar perusahaan pada
kantor Pendaftaran Perusahaan. Daftar perusahaan bersifat terbuka untuk semua
pihak.
3.
Perkembangan
dunia usaha dan perusahaan. Tujuan ketiga pendaftaran perusahaan ialah untuk
mengetahui perkembangan dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja,
serta berkedudukan di Indonesia melalui daftar perusahaan pada kantor
Pendaftaran Perusahaan.
4.
Memudahkan
pembinaan, pengarahan, pengawasan. Tujuan keempat pendaftaran perusahaan ialah
untuk memudahkan pemerintah melukuan pembinaan, pengarahan,pengawasan, dan
menciptakan iklim dunia usaha yang sehat melalui data yang dibuat secara benar
dalam daftar perusahaan, sehingga dapat dijamin perkembangan dunia usaha dan
kepastian berusaha.
Dengan adanya kewajiban pendaftaran perusahaan, maka jelaslah bahwa
buku daftar perusahaan berfungsi sebagai sumber informasi resmi mengenai
identitas san hal-hal yang menyangkut dunia usaha dan perusahaan. Selain itu,
buku daftar perusahaan juga berfungsi sebagai alat pembuktian sempurna terhadap
pihak ketiga, sepanjang tidak terbukti sebaliknya. Karena itu pengusaha yang
mendaftarkan perusahaannya dituntut mempunyai sifat jujur dan terbuka, sehingga
memperoleh kepercayaan dari masyarakat. Sifat terbuka ini dapat diketahui dari
ketentuan pasal 4 UWDP, siapa saja dapat memperoleh keterangan yang diperlukan
dengan cara mendapatkan salinan/petikan resmi dari isi buku daftar perusahaan
setelah memenuhi biaya administrasi yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan.
Perusaahaan yang Wajib Didaftarkan
Setiap perusahaan wajiib didaftarkan dalam daftar perusahaan (Pasal 5 ayat
1 UWDP). Perusahaan-perusahaan tersebut harus berkedudukan dan menjalankan
usahanya di wilayah negara Republik Indonesia menurut ketentuan
perundang-undngan yang berlaku, termasuk di dalam kantor cabang, kantor
pembantu, anak perusahaan, serta agen dan perwakilan dari perusahaan itu yang
mempunyai weweng untuk mengadakan perjanjian itu ialah yang berbentuk badan
hukum, termasuk juga Koperasi, yang berbentuk persekutuan, persorangan, dan
perusahaan lainnya di luar yang tersebut tadi (pasal 8 UWDP).
Tetapi menurut ketentuan pasal 6 UWDP, ada dua jenis perusahaan yang
dikecualikan dari wajib daftar, artinya tidak diwajibkan mendaftar, yaitu
1.
Setiap
perusahaan negar yang berbentuk Perusahaan Jawatan seperti diatur dalam
Undang-undang No.9 Tahun 1969 jo.Stb. 1927-419 Tentang Indische
Berdriijven wet sebagaimana telah diubah dan ditambah.
2.
Setiap
perusahaan kecil perseorangan yang dijalankan oleh pribadi pengusahannya
sendiri atau dengan memperkerjakan hanya anggota keluarganya sendiri yang
terdekat serta tidak memerlukan azin usaha.
Menurut penjelasan pasal 6 UWDP itu, dua jenis perusahaan tersebut
dikecualikan dari wajib daftar karena secara ekonomis tidak bertujuan
memperoleh keuntungan dan atau laba. Khusus bagi perusahaan kecil perseorangan
bertujuan memperoleh keuntungan dan atau laba secara ekonomis benar-benar hanya
sekedar untuk memenuhi keperluan nafkah sehari-hari. Walaupun mempekerjakan
anggota keluarganya sendiri yang terdekat, keluarga itu terbatas dalam hubungan
sampai derajat ketiga menurut garis lurus atau ke samping termasuk menantu,
ipar.
Yang wajib Mendaftarkan
Untuk mengetahui siapa yang wajib melakukan pendaftaran, pasal 5 UWDP
menentukan sebagai berikut :
1.
Pendaftaran
wajib dilakukan oleh pemilik atau pengurus perusahaan yang bersangkutan atau
dapat diwakilkan kepada orang lain dengan memberi surat kuasa yang sah.
2.
Apabila
perusahaan dimiliki oleh beberapa orang, para pemilik berkewajiban melakukan
pendaftaran. Apabila seorang di antara mereka telah memenuhi kewajiban
pendaftaran, yang lain di bebaskan dari kewajiban itu.
3.
Apabila
pemilik dan atau petugas suatu perusahaan yang berkedudukan di wilayah negara
Republik Indonesia, pengurus atau kuasa yang ditugaskan memegang pimpinan
perusahaan berkewajiban untuk mendaftarkan.
Apabila pemilik atau perusahaan dengan sengaja atau karena kelalaianya
tidak memenuhi kewajiban mendaftarkan perusahaannya, maka hukuman
selama-lamanya tiga bulan atau pidana setinggi-tingginya Rp 3.000.000.00 (tiga
juta rupiah). Tindak pidana ini merupakan kejahatan.
Pejabat Penyelenggara Pendaftaran
Untuk mengetahui siapa Pejabat Penyelenggara pendaftaran, Surat
Keputusan Menteri Perdagangan No.285/ Kep/ll/85 tanggal 6 februari 1985
menetapkan sebagai berikut ini :
1.
Di
tingkat pusat adalah direktur Jenderal Perdagangan dalam Negeri, yang
bertanggung jawab kepada Menteri Perdagangan
2.
Di
daerah tingkat I adalah Kepala Kantor Wilayah Departemen Perdagangan, yang
bertanggung jawab kepada Dirjen perdagangan Dalam Negeri untuk wilayah kerja
masing-masing.
3.
Di
Daerah Tingkat II adalah Kepala Kantor Departemen Perdagangan, yang bertanggung
jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Perdagangan untuk kerja
masing-masing.
SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN
Dasar Hukum
Dalaml
pasal 10 UWDP ditentukan, pendaftaran wajib dilakukan dalam jangka waktu tiga
bulan setelah perusahaan mulai menjalankan usahanya. Dalam penjelasan pasal
tersebut dinyatakan bahwa suatu perusahaan dianggap mulai menjalankan usahanya
pada saat menerima izin usaha dari instansi teknik yang berwenang.
Untuk
melaksanakan ketentuan pasal tadi, khususnya mengenai izin usaha, Menteri
Perdagangan telah menerbitkan Surat Keputusan No.1458/Kep/XII/84 Tentang Surat
Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Dalam pasal 3 surat keputusan itu ditentukan
bahwa setiap perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan diwajibkan memiliki
SIUP, perusahaan wajib mengajukan surat permohonan izin yang dapat diperoleh
secara Cuma-Cuma pada kantor Wilayah Departemen Perdagangan atau Kantor
Departemen Perdagangan setempat atau Deperindag.
Untuk
penerbitan SIUP telah dikeluarkan Surat Edaran Dirjen Perdagangan dalam Negeri
No.183.Dagri/VII/86 perihal petenjuk pelaksanaan Surat Keputusan Menteri
Perdagangan No.1458/Kep/XII/84. Dalam surat edaran tersebut ditetapkan
syarat-syarat dan prosedur penerbitan SIUP. SIUP adalah jatidiri yang dipakai
oleh perusahaan untuk menjalankan usahanya secara sah atau halal.
Perusahaan Yang Wajib Memilki SIUP
Yang
dimaksud dengan surat izin perdagangan (SIUP) adalah izin tertulis untuk dapat
melaksanakan kegiatan perdagangan yang dimaksud dengan perdagangan adalah
kegiatan jual beli barang atau jasa yang dilakukan secara terus-menerus dengan
tujuan pengalihan hak atas barang atau jasa dengan disertai imbalan atau
kompensasi (Pasal 1 huruf (a) dan (c) S.K.Mendagri. No.1458 Tahun 1984). Setiap
perusahaan perdagangan diwajibkan memiliki SIUP (Pasal 3 ayat 1 S.K.Mendagri
No.1458 Tahun 1984).Perusahaan perdagangan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
:
1.
Perusahaan
kecil, yaitu perusahaan yang mempunyai modal dan kekayaaan bersih (netto) di bawah
Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah)
2.
Perusahaan
menengah, yaitu perusahaan yang mempunyai modal dan kekayaan bersih (netto)
diatas Rp 100.000.000,00 sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
3.
Perusahaan
besar, yaitu perusahaan yang mempunyai modal dan kekayaan bersih (netto) diatas
Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
SIUP perusahaan besar, menengah dan kecil
merupakan persyaratan pokok untuk dapat melakukan kegiatan pergadangan (Pasal 4
S.K Mendagri No.1458 Tahun 1984).Perusahaan Yang Dibebaskan dari SIUP
SIUP
merupakan persyaratan pokok, ada beberapa perusahaan yang dibebaskan dari
kewajiban memiliki SIUP. Perusahaan-perusahaan tersebut ditentukan dal Pasal 11
S.k Mendagri No.1458 tahun 1984 sebagi berikut :
1.
Cabang/perwakilan
perusahaan yang dalam menjalankan kegiatan perdagangan mempergunakan SIUP
kantor pusat perusahaan.
2.
Perusahaan
yang telah mendapatkan izin usaha dari depertemen teknik berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan tidak melakukan kegiatan perdagangan.
3.
Perusahaan
produksi yang didirikan dalam rangka Undang-undang No. 6 tahun 1968 Tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri.
4.
Perusahaan
Jawatan (Perjan) dan perusahaan Umum (Perum)
5.
perusahaan
kecil perseorangan
Dalam
Pasal 12 S.K. Mendagri No. 1458 Tahun 1984 ditentukan, yang dimaksud dengan
perusahaan kecl perseorangan ialah perusahaan yang memenuhi syarat-syarat
berikut ini :
1.
Tidak
merupakan badan hukum atau persekutuan;
2.
Diurus,
dijalankan atau dikelolah sendiri oleh pemilik, atau dengan memperkerjakan anggota
keluarganya yang terdekat;
3.
Keuntungan
perusahaan benar-benar hanya untuk memenuhi keperluan nafkah hidup sehari-hari
pemiliknya;
4.
Setiap
usaha dagang berkeliling, pedagang pinggiran jalan, atau pedagang kakilima.
Jika
dipelajari secara teliti, ketentuan syarat nomor empat adalah tidak tepat.
Sebab syarat nomor empat itu bukan bentuk hukum perusahaan yang menjalankan
suatu jenis usaha, melainkan pekerjaan dagang, yang tidak memerlukan SIUP.
Termasuk dalam pekerjaan dagang itu antara lain ialah perdagang
keliling/pikulan, perdagangan kakilima. Para pedagang ini berusaha memperoleh
keuntungan untuk memenuhi keperluan nafkah hidup sehari-hari. Sebaiknya
kriteria perusahaan kecil perseorangan yang tidak memerlukan SIUP itu dilihat
dari jumlah modal usaha kurang dari liam juta rupiah tidak perlu memiliki SIUP.
Jadi, syarat nomor empat itu dapat diganti dengan “ jumlah modal dan kekayaan
bersih minimal”, misalnya kurang dari lima juta rupiah.
Yang Berwenang Menerbitkan SIUP
Siapa
yang berwenang menerbitkan SIUP? Berapa lama masa berlaku SIUP yang diterbitkan
itu bagi perusahan? Hal ini diatur dalam Pasal 5 S.K Mendagri No. 1458 Tahun
1984. Menurut ketentuan pasal ini, SIUP perusahaan kecil dan menengah
diterbitkan dan ditanda tangani oleh Kepala Kantor Departemen Perdagangan di
Daerah Tingkat II atas nama Menteri Perdagangan. Masa berlakunya tidak
terbatas, selama perusahaan yang memilkinya masih menjalankan kegiatan
usahanya.
SIUP
perusahaan besar diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen
Perdagangan di Daerah Tingkat I atas nama Menteri Perdagangan. Masa berlakunya
lima tahun dan dapat diperpanjang. Untuk memperpanjang masa berlaku SIUP
perusahaan besar atau penyusunan SIUP karena perubahan perusahaan, misalnya
memperluas kegiatan usaha, memperkecil kegiatan uasaha, maka menurut ketentuan
Pasal 7 S.K Mendagri No.1458 Tahun 1984 pemilik SIUP harus mengajukan surat
permohonan izin usaha kepada Kantor Wilayah Departemen Perdagangan yang
menerbitkan SIUP yang bersangkutan.
Untuk
mengetahui syarat-syarat yang diperlukan dalam penerbitan SIUP, maka dalam
Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 183/Dagri/VII/86 ditetapkan
syarat-syarat penerbitan SIUP sebagai berikut :
1.
Pemilik/Penanggung
jawab perusahaan mengisi dan menanda tangani surat oermohonan izin dengan
melampirkan dokumen-dokumen.
2.
Dokumen-dokumen
yang dimaksud itu antara lain ialah :
1.
Salinan/kopi
akta pendiri perusahaan yang dibuat di muka notaris dan salinan/kopi surat
pengesahan Departemen Kehakiman atau instansi yang berwenang bagi perusahaan
badan hukum.
2.
Salinan/kopi
akta pendiri perusahaan yang dibuat di muka notaris, yang telah didaftarkan
pada Pengadilan Negeri bagi perusahaan yang berbentuk persekutuan.
3.
Salinan/kopi
surat izin tempat usaha (SITU) dari Pemerintah Daerah apabila diwajibkan oleh
Undang-undang. Gangguan (H.O) atau yang tidak diwajibkan cukup dengan surat
keterangan tempat usaha dari Pejabat yang berwenang.
4.
Kopi
Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik/penanggung jawab perusahaan.
5.
Pasfoto
dua lembar ukuran 3 x 4 cm dari pemilik/penanggung jawab perusahaan.
6.
Kopi
bukti pembayaran uang jaminan dan biaya administrasi perusahaan
7.
Untuk
perusahaan besar, butir (a) sampai dengan (e) masing-masing dibuat rangkap dua,
yang dipergunkan untuk Kantor Wilayah Departemen Perdagangan dan Kantor
Departemen Perdagangan tempat kedudukan perusahaan.
8.
Bagi
perusahaan perseorangan cukup melampirkan dokumen pada butir (c) sampai dengan
(f) apabila tidak mempunyai akta pendirian di muka notaris.
Dalam
surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri tersebut diatas juga ditetapkan
prosedur penerbitan SIUP seperti diuraikan pada tahap-tahap berikut ini :
1.
Penelitian
kebenaran isi dan syarat. Dokumen surat permohonan izin yang diterima dari
pemilik/penanggung jawab perusahaan diteliti kebenaran pengisiannya atau
kelengkapan syarat-syaratnya aleh Pejabat Perizinan atau yang ditunjuk pada
Kantor Departemen Perdagangan.
2.
Penerbitan
surat peritah membayar uang. Apabila pengisian surat permohonan izin sudak
benar dan memenuhi syarat-syarat, maka dikeluarkan surat peritah membayar uang
jaminan perusahaan untuk disetorkan pada bank yang ditunjuk sesuai dengan
ketentuan yang berlaku atau melalui kantor pos.
3.
Penyampaian
berkas permohonan kepada Kakanwil. Berkas permohonan izin golongan perusahaan
besar yang telah memenuhi syarat-syarat diteruskan oleh Kepala Kantor
Departemen Perdagangan dengan surat pengantar kepada Kepala Kantor Wilayah
Departemen perdagangan untuk diterbitkan SIUP.
4.
Penandatanganan
SIUP dan pengiriman kembali. Stelah SIUP perusahaan besar ditandatangani oleh
Kepala Kantor Wilayah Departemen Perdagangan atas nama Menteri Perdagangan atau
Pejabat yang mewakilinya, dan diberi nomor, kemudian segera dikirim dengan
surat pengantar kepad Kepala Kantor Departemen Perdagangan di tempat kedudukan
perusahaan untuk disampaikan kepada pemilik/penanggung jawab perusahaan.
Untuk
perusahaan kecil dan menengah SIUP diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepal
Kantor Departemen Perdagangan atas nama Menteri Perdagangan atau Pajabat yang
ditunjuk mewakili berdasarkan bentuk dan tempat kedudukan perusahaan di wilayah
kerjanya.
5.
Penyerahan
SIUP kepada pemilik SIUP diserahkan kepada pemilik/penanggung setempat atau
dikirim melalui Pos dengan disertai tanda terima. Proses penerbitan SIUP dalam
jangka waktu tujuh hari kerja dihitung sejak Pejabat yang berwenang menerbitkan
SIUP itu membubuhkan tanggal persetujuannya yang tercantum pada surat
permohonan izin.
Pembekuan dan Pencabutan SIUP
SIUP
yang telah diterbitkan bagi perusahaan yang bersangkutan dapat dibekukan atau
dicabut kembali apabila perusahaan pemilik SIUP tidak memenuhi
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan atau melakukan kewajibannya.
1.
Pembekuan
SIUP
SIUP
dapat dibekukan apabila perusahaan yang bersangkutan sedang diperikasa di
sidang pengadilan karena didakwa melakukan tindakan pidana ekonomi, atau
perbuatan lain yang berkaitan dengan kegiatan usahanya yang didasarkan bukti
adanya pemeriksan yang dikeluarkan oleh Pengadilan, atau telah mendapat peringatan
tertulis sebanyak tiga kali dari pejabat yang berwenang menerbitkan SIUP karena
melanggar ketentuan-ketentuan :
1.
Tidak
melaporkan tentang penghentian kegiatan usahanya penutupan perusahaan, termasuk
kantor cabang/perwakilan perusahaan;
2.
Tidak
melaporkan pembukaan kantor cabang/perwakilan perusahaan;
3.
Tidak
memberikan data/informasi tentang kegiatan usahanya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
4.
Tidak
memenuhi pajak kepada Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang
didasarkan atas permintaan tertulis dari Kantor Inspeksi stempat
Pembekuan SIUP dilakukan oleh Pejabat yang
berwenang menerbitkan SIUP atau yang mewakili, dengan menerbitkan surat
keputusan.
2. Pencabutan SIUP
SIUP dapat dicabut apabila perusahaan yang
bersangkutan telah dijatuhi hukuman oleh pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap, atau tidak memenuhi syarat untuk melaksanakan kegiatan
perdagangan. Yang dimaksud dengan “tidak memenuhi syarat” untuk melaksanakan
kegiatan perdagangan ialah tidak memenuhi lagi syarat-syarat untuk memperoleh
SIUP, menyalahgunakan SIUP yang telah menyimpan dari bidang usaha dan jenis
kegiatan uasaha yang tercantum dalam SIUP, melanggar larangan di bidang
perdagangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pencabutan SIUP dilakukan
oleh Pejabat yang berwenang menerbitkan SIUP, atau yang mewakili, dengan
menerbitkan surat keputusan
BENTUK-BENTUK PERUSAHAAN ATAU ORGANISASI BISNIS
Dilihat dari status pemilik, perusahaan diklasifikasi menjadi
perusahaan swasta dan perusahaan negara. Perusahaan swasta dimiliki oleh
pengusaha swasta, dan perusahaan negara dimiliki oleh negara yang lazim disebut
Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Perusahaan perseorangan dimiliki oleh seorang
pengusaha saja. Perusahaan persekutuan dimiliki oleh orang pengusaha yang bekerjasama
dalam satu persekutuan (maatschap, partnership). Dilihat dari
status pemilik, perusahaan diklasifikasi menjadi perusahaan swasta dan
perusahaan negara. Perusahaan swasta dimiliki oleh pengusaha swasta, dan
perusahaan negara dimiliki oleh negara yang lazim disebut Badan Usaha Milik
Negara (BUMN).
perusahan
terdapat bermacam-macam yaitu;
1. Perusahan
swasta, yaitu perusahaan yang modalnya selurtuhnya dimiliki oleh swasta dan
tidak ada campur tangan pemerintah. Perusahan swasta ini ada 3 macam yaitu :
1.
Perusahan swasta nasional yaitu
perusahaan swasta milik warga negara Indonesia.
2.
Perusahaan
swasta asing, yaitu perusahan swasta milik warga negara asing.
3.
Perusahan
swasta campuran (join venture), perusahan swasta milik warga negara
indonesia dan warga negara asing.
2. Perusahaan Negara yaitu perusahaan yang modalnya milik negara Indonesia,
mengenai perusahan ini juga ada bermacam-macam yaitu :
1.
Perusahaan
negara berdasarkan IBW ( Indonesisch Bedriijven Wet) S. 1927-419 bad Stb
1936-445 ) perusahan ini tiap-tiap tahun mendapat pinjaman uang dengan bunga
dari pemerintah, misalnya DKA (Djawatan kereta api), dulu keuangan otonom,
selanjutnya menjadi PNKA (perusahaan negara kereta api), yang dibentuk dengan
PP no 22 tahun 1963 ( LN 1963-43) selanjutnya menjadi PJK (perusahan jawatan
kereta api) yang dibentuk dengan PP No. 61 tahun 1971 ( LN. 1971-75).
2.
Perusahaan
negara berdasarkan berdasarkan ICW (Indonesisch Comtabiliteits Wet,S.
1925-448, Perusahan Negara semacam ini tidak mempunyai keuangan otonom (keuangan
sendiri). Keuangan merupakan bagian dari keuangan negara pada umumnya, misalnya
Jawatan pengadaian negara berdasarkan PP No. 178 tahun 1961 (LN 1961-209) dan
menjadi perusahaan jawatan (Perjan) berdasarkan PP no 7 tahun 1969( LN-1969-9).
3.
Perusahan
Negara berdasarkan UU Nasionalisasi perusahaan Belanda yaitu UU No 86 tahun
1958 ( LN 1958-162).
4.
Perusahaan Negara berdasarkan UU No.
19 Prp tahun 1960 (LN 1960-59).
Menurut UU yang disebut Perusahaan
Negara ialah perusahaan dengan bentuk apa saja yang modalnya seluruhnya
merupakan kekayaan negara Indonesia, kecuali ditentukan lain berdasarkan UU No.
19 prp tahun 1960 pasal 1.
Undang-Undang No 9 tahun 1969 ( LN-
1969-40) tentang penetapan Prp No 1 tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk usaha
negara menjadi Undang-Undang. Menurut Undang-Undang perusahan negara ini
terbagi menjadi tiga bentuk yaitu :
1.
Perusahaan Jawatan (Perjan) ialah perusahan negara yang didirikan dan
diatur menurut ketentuan dalam IBW ( S. 1927 –419 ).
2.
Perusahaan umum (perum) adalah perusahaan negara yang didirikan dan diatur berdasarkan
ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang No 19 Prp tahun 1960 ( LN 1960 –59),
kemudian menurut peraturan pemerintah nomor 13 thun 1998, perusahan ini
dinamakan PERUM (Public Corporation).
3.
Perusahan
Perseroan (persero) ialah perusahaan negara dalam bentuk
PT dan diatur berdasarkan ketentuan- ketentuan dalam KUHD pasal 36 sampai
dengan 56 sekarang diganti dengan UUPT no 1 tahun 1995 dan dirubah dengan UU 40
Thaun 2007 tentang perseroan Terbatas.
Berdasarkan klasifikasi tersebut, dapat
dikemukakan bahwa bentuk perusahaan ada tiga jenis, yaitu :
1.
Bentuk
Perusahaan yang diatur dalam KUHP :
Persoroan (Maatschap)
2.
Bentuk
Perusahaan yang diatur di dalam KUHD :
1.
Perseroan
Firma
2.
Perseroan
Komanditer
3.
Bentuk
Perusahaan yang diatur diluar KUHD (diatur dalam peraturan-peraturan khusus)
1.
Koperasi
2.
Perseroan
Terbatas ( sudah diatrur dalam UU No 1 tahun 1995)
3.
Perusahaan
Negara/Persero/Perjan.( BUMN)
4.
Yayasan
Bentuk Perusahan yang Diatur dalam KUHP
PERSEROAN (MAATSCHAP) / persekutuan perdata
Perseroan
adalah salah satu bentuk perusahaan yang diatur dalam KUHS, sehingga menurut
Tirtaamidjaja SH., Perseroan/ persekutuan perdata adalah bentuk pokok untuk
perusahan yang diatur dalam KUHD dan juga yang diatur di luar KUHD.
Hal ini
mengandung pengertian, bahwa peraturan peraturan mengenai perseroan pada
umumnya juga berlaku untuk perusahaan lainnya, sekedar KUHD ataupun Peraturan
–peraturan Khusus lainnya tidak mengatur secara tersendiri. Pengertian dalam
pasal 1 KUHD, bahwa peraturan-peraturan di dalam KUHp berlaku juga terhadap
hal-hal yang ditur dalam Hukum Dagang sepanjang KUHD dengan tegas dinyatakan
bahwa segala perseroan yang tersebut dalam KUHD dikuasai oleh :
1.
Persetujuan
pihak-pihak yang bersangkutan.
2. KUHD dan,
3. KUHPdt
Persekutuan persekutuan perdata (maatscahap)
diatur dalam KUHP Kitab III bab VIII pasal 1618 s/d 1652.
Menurut pasal 1618 KUHS, perseroan (maatschap) adalah suatu
persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukan
sesuatu dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi
karenanya.
Dalam
bentuk perusahaan ini terdapat beberapa orang yang mengadakan persetujuan akan
berusaha bersama-sama guna memperoleh keuntungan benda, dan untuk mencapai
tujuan itu merekan masing-masing berjanji akan menyerahkan uang atau
barang-barang atau menyediakan kekuatan kerja/kerajinannya (vide pasal 1618
KUHS).
Persekutuan
perdata merupakan suatu bentuk kerja sama yang paling sederhana oleh karena
tidak ada penetapan jumlah modal tertentu yang harus disetor, bahka dapat
diperbolehkan pula seorang anggotan hanya menyumbangkan tenaganya saja. Selain
itu lapangan pekerjaannya tidak dibatasi pada sesuatu hal tertentu, sehingga
bentuk ini kiranya dapatlah dipakai juga untuk melakukan perdagangan. Bentuk
ini sebenarnya hanya mengatur perhubungan intern saja antara orang-orang yang
tergabung di dalamnya. Maksud persekutuan ini adalah :
1.
Harus
bersifat kebendaan
2.
Harus
memperoleh keuntungan
3.
Keuntungan
itu harus dibagi-bagikan antara para anggota-anggotanya
4.
Harus
mempunyai sifat yang baik dn dapat diizinkan
Walaupun
perusahaan ini bersifat kebendaan dengan mencari keuntungan tetapi perseroan
bertindak tidak terang-terangan, dan tak ada peraturan pengumuman-pengumuman
terhadap pihak-pihak ketiga seperti yang diadakan pada perseroan Firma.
Untuk
mendirikan suatu perseroan cukuplah secara lisan berdasarkan sesuatu akta
pendirian. Syarat tertulis (dengan akta notaris) tidak diminta Undang-undang.
Menurut pasal 1624 KUHp persekutuan mulai berlaku
sejak saat persetujuan, jika dalam persetujuan ini tidak ditetapkan suatu saat
lain.
Para anggota Perseroan mengatur segala sesuatu
atas dasar persetujuan. Persetujuan ini tidak memerlukan sesuatu benruk
tertentu. Pada umumnya yang diatur dalam perjanjian ini adalah :
1.
Bagian
yag harus dimasukan oleh tiap-tiap pesrta dalam perseroan.
2.
Cara
kerja
3.
Pembagian
keuntungan
4.
Tujuan
bekerja sama
5.
Lamanya
(waktunya)
6.
Hal-hal
yang dianggap perlu.
Apabila
akta persetujuan ini tidak ada, maka keuntungan dibagi menurut Undang-undang.
Pembagian menurut Undang-undang adalah berdasarkan besar kecilnya yang
dimasukkan ke dalam persekutuan.
Dalam
pasal 1623 KUHS dijelaskan, bahwa bagian keuntungan masing-masing adalah
seimbang dengan apa yang ia telah masukan dalam perseroan. Terhadap pesero yang
hanya memasukan kerajinannya atau pengetahuan/pengalaman, tenaganya, maka
bagian keuntungan yang akan diperoleh ditetapkan sama dengan bagian pesero yang
memasukan uang atau barang yang paling sedikit.
Menganai
modal persekutuan perdata, dalam pasal 1618 KUHP disebutkan bahwa setiap
anggota harus memasukan sesuatu sebagai sumbangannya. Hal ini merupakan
suatu syarat mutlak untuk perseroan. Yang dimaksud dengan ‘’sesuatu”
dijelaskan dalam pasal 1619 ayat 20 KUHP, bahwa setiap anggota diwajibkan
memasukan uang atau barang-barang lain hal-hal dalam arti yang
seluas-luasnya termasuk nama baik, kredit, good will dapat dimasukan.
Selain itu disumbangkan sekedar kerajinan atau keahlian atau kekuatan bekerja
seseorang anggota.
Walaupun
persekutuan ini mempunyai suatu cara bekerja sama seperti juga halnya dengan
bentuk-bentuk perusahaan lainnya (memasukan modal, berusaha memperoleh sesuatu
yang tak mudah diperoleh secara individuil), namun bentuk perusahaan ini
mempunyai sekedar perbedaannya dengan cara bekerja sama pada perseroan tidaklah
ternyata keluar, yakni tidak terlihat oleh umum. Perjanjian kerja sama yang
diadakan para anggotanya. Perseroan tidaklah diberitahukan dari mereka itu
bertindak seakan-akan untuk diri sendiri.
Perseroan
mempunyai antara lain utuk menjalankan bersama suatu teta (beroep) misalnya
: kerja sama Pengacara-pengacara, kerja sama Arsitek-arsitek, dapat juga
menjalankan kursus-kursus memegang buku antara lain beberapa guru, malahan
dapat bertujuan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan, asal saja perseroan
itu tidak dijalankan dengan nama bersama yang disebut Firma.
Seperti
telah dijelaskan. Perseroan yang diatur dalam KUHS adalah bentuk pokok untuk
perusahaan-perusahaan yang diatur dalam KUHD seperti Perseroan Firma, Perseroan
Komanditer, Perseroan Terbatas dan lain-lain. Berdasrkan pasal 1 KUHD, maka
peraturan-peraturan mengenai Perseroan pada pasal umumnya juga berlaku bagi
bentuk perusahaan tersebut.
Seorang
anggota Perseroan dapat memindahkan kenggotaannya kepada orang lain dengan atau
tanpa persetujuan anggota-anggota lainnya hal mana tergantung pada isi statuta
(anggaran dasar), mereka.
Perseroan
bukanlah suatu badan hukum dengan harta kekayaan tersendiri terhadap pihak
ketiga. Yang ada ialah harta tersendiri tersendiri terhadap anggota-anggotanya
astu sama lain, harta mana tak dapat dibagi-bagikan tanpa izin seluruh
anggotanya.
Seorang
kreditor hanya dapat meuntut piutangnya atas harta yang merupakan bagian dari
anggota debitur, dan tak dapat menuntut piutangnya atas harta perseroan itu.
Penuntutan
piutang atas harta perseroan hanya dapat dilakukan :
1.
Jika
para anggota lainnya telah memberi kekuasaan penuh kepada anggota yang
bertindak atas tanggungan perseroan dan dalam hal ini dengan nyata telah
diberitahukan kepada pihak ketiga.
2.
Atau
jika tindakan anggota tersebut memberikan keuntungan untuk perseroan.
Mengenai
hubungan intern para anggota Persekutuan oleh KUHP diatur sebagai berikut :
1.
Pasal
1630 menyatakan, bahwa setiap anggota harus menanggung penggantian kerugian
kepada persekutuan apabila kerugian itu terjadi karena salahnya sendiri.
2.
Pasal
1633 menetapkan bahwa keuntungan dan kerugian dibagi menurut perbandingan
besarnya sumbangan modal yang diberikan oleh anggota-anggota masing-masing
apabila dalam persetujuan tidak ditentukan bagian masing-masing anggota dalam
hal rugi persekutuan.
3.
Pasal
1639 menjelaskan bahwa semua anggota boleh menyelenggarakan pemeliharaan
perseroan, kecuali hanya seorang dari mereka itu diserahi kewajiban itu.
Apabila
semua anggota yang menyelenggarakan pemeliharaan itu, maka tindakan seorang
anggota juga mengikay anggota-anggota yang lainnya. Jika seseorang yang
ditugaskan menyelenggarakan pemeliharaan tersebut, maka ibertanggung jawab
kepada anggota-anggota lainnya. Jadi menurut Undang-undang tiap-tiap anggota perseroan hanyalah dapat
mengikat dirinya sendiri kepada orang pihak ketiga.
Ia tak dapat mengikat kawan-kawan anggotanya
kecuali jika mereka itu memberi kekuasaan khusus untuk bertindak atas nama
mereka, dan karena itu yang bertanggung jawab terhadap pihak ketiga hanyalah
anggota yang bertindak keluar itu.
Mengenai
cara-cara berakhirnya suata persekutuan diatur dalam pasal 1646 KUHP
sebagai berikut :
1.
Dengan
lewatnya waktu untuk nama persekutuan telah diadakan
2.
Dengan
musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok pesekutuan:
3.
Atas
kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang pesero
4.
Jika
salah seorang pesero meninggal atau ditaruh di bawah pengampunan (curatele)
atau dinyatakan pailit.
Akan
tetapi, walaupun telah ada seorang yang meninggal menurut pasal 1651 KUHP,
persekutuan dapat juga tetap berdiri, baik dengan turut sertanya ahli
waris-ahli waris anggota yang meninggal itu, maupun hanya antara anggota-anggota
yang masih ada asalkan syarat itu telah diperjanjikan terlebih dahulu dengan
mencantumkannya dalam anggaran dasar (Statuta) perseroan.Apabila suatu
persekutuan berakhir, maka diadakanlah pemisahan dan pembagian harta perseroan
antar para anggotanya, yang dlakukan sebagai berikut :
1. Setiap anggota mengambil kembali harga sero
sebanyak jumlah yang disetorkannya semula.
2. Sisa harta yang merupakan laba dibagi-bagikan
menurut ketentuan undang-undang yang telah dijelaskan di atas (yo pasal 1633 KUHp)
3. Apabila perseroan menderita kerugian, maka
kaerugian itu ditanggung oleh para anggotanya menurut ketentuan yang ditetapkan
dalam perjanjian yang mereka adakan, apabila perjanjian tersebut tidak ada,
maka berlaku ketentuan menurut pasal 1633 KUHP.
Bentuk Perusahan yang diatur dalam KUHD
Persekutuan Firma /Perseroan Firma (Fa) V.O.F ( vennootschap
Onder Firma)
V.O.F adalah salah satu bentuk perusahaan yang diatur
bersama-sama dengan perseroan komanditer dalam bagian II dari Bab III Kitab I
KUHD dari pasal 16 s/d pasal 35.
Prof.
Sukardono mengatakan bahwa
V.O.F adalah suatu perserikatan perdata yang khusus. Kekhususan itu
menurut pasal 16 KUHD terletak pada keharusan adanya unsur 3 unsur mutlak yaitu
:
1.
Manjalankan
perusahaan
2.
Dengan
memakai firma (=nama) bersama
3.
Pertanggung
jawab tiap-tiap sekutu untuk seluruhnya mengenai perikatan dengan firma.
Menurut
perumusan pasal 16 dan 18 KUHD, yang dimaksudkan dengan Perseklutuan Firma
adalah tiap-tiap perseroan (maatschap) yang didirikan untuk menjalankan sesuatu
perusahaan di bawah satu nama bersama, dimana anggota-anggotanya langsung dan
sendiri-sendiri bertanggung jawab sepenuhnya terhadap orang-orang ketiga.
Seperti
diketahui seorang menjalankan perusahaan apabila ia terus menerus dengan
terang-terangan bertindak dalam suatu kedudukan untuk memeperoleh keuntungan
bagi diri sendiri. Dari pengertian Firma terdapat dua hal pokok yaitu :
1.
maksud
didirikan firma adalah untuk menjalankan perusahaan yang berarti bertujuan
umtuk mendapatkan keuntungan.
2.
Dalam
menjalankan perusahan tersebut menggunakan nama bersama.
Perkataan
Firma sebenarnya berarti nama yang dipakai untuk berdagang bersama-sama. Nama
suatu firma adakalanya diambil dari nama seorang yang turut menjadi pesero pada
firma itu sendiri, tetapi dapat juga nama itu diambil dari nama orang yang
bukan persero.
Dengan
nama bersama ini juga dipakai untukmenandatangani surat menyurat perusahaan.
Dibelakang nama bersama itu sering kita lihat perkataan Co atau Cie :
Co adalah singkatan dari Compagnon
yang berarti kawan, dan yang dimaksud ialah orang yang turut berusaha.
Cie adalah singkatan dari Compagnie,
yang sebetulnya berarti kelompok, yang dimaksud yaitu orang atau orang-orang
yang bersama-sama mempunyai perusahaan dengan kita.
Contohnya
: Fa. Abdullah & Co
Fa.Amunta
& Cie
Dalam
suatu V.O.F maka setiap persero berhak untuk melakukan pengumuman dan bertindak
keluar atas nama perseroan tersebut. Segala perjanjian yang diadakan oleh
seorang anggota pesero menjadi harta benda kepunyaan firma yang berati pula
kepunyaan semua persero.
Tindakan
seorang anggota pesero yang mengikat semua anggota pesero lainnya diatur dalam
pasal 17 KUHD yang menegaskan”Tiap-tiap pesero tidak dikecualikan dari suatu
sama lain, berhak untuk bentindak, untuk mengeluarkan dan menerima uang atas
nama perseroan itu dengan pihak ketiga dengannya. Segala tindakan yang tidak
bersangkut paut dengan perseroan itu, atau yang para pesero tidak berhak
melakukannya, tidak termasuk dalam ketentuan diatas”.
Perhubungan
intern para anggota V.O.F satu sama lainnya pada pokoknya sama seperti
perhubungan intern anggota-anggota perseroan (maatschap) kecuali apabila dalam
akta pendirian V.O.F menentukan sendiri aturan-aturan tentang hal itu.
Sebaliknya
perhubungan ektern para anggota firma dengan pihak ketiga berlainan
sekali dari perhubungan keluar pada persroan.
Hal ini
ternyata dalam pasal 17 KUHD yang disebutkan tadi, bahwa setiap anggota firma
tanpa kecuali berhak untuk bertindak atas nama V.O.F mengeluarkan adan menerima
uang, mengikat anggota-anggota firma lainnya pada pihak ketiga dan mengikat
pihak ketiga pada anggota-anggota firma.
Seperti
diketahui pada maatschap anggota-anggota yang bertindak hanya mengikat dirinya
sendiri pada pihak ketiga, kecuali apabila ia memperoleh kekuasaan penuh,
sedangkan kekuasaan penuh demikian dalam V.O.F tidak diperlukan.
Mengenai
tanggung jawab, masing-masing anggota firma dalam pasal 18 KUHD ditegaskan,
bahwa tiap-tiap anggota perseroan, secara tanggung menanggung bertanggung jawab
untuk seluruhnya atas segala perukatan dari perseroan firma.
Hal ini
baha tiap anggota V.O.F langsung dan sendiri-sendiri bertanggung jawab
sepenuhnya (yang disebut tanggung jawab solider) atas persetujuan-persetujuan
yang diadakan V.O.F terhadap pihak ketiga.
Dengan
demikian seorang firma yang bertindak ke luar tidak perlu ddiberikan kekuasaan
khusus oleh kawan-kawan anggota lainnya untuk mengikatkan mereka, malahan
mereka itu sudah dengan sendirinya terikat oleh segala perjanjian yang diadakan
oleh salah seorang rekannya.
Oleh
karena itulah kepercayaan terhadap (kredit) anggota V.O.F sangat besar sebab
pihak ketiga yang telah berhubungan dengan salah seorang anggota itu, dapat
menuntut semua anggota firma itu masing-masing untuk seluruh persetujuan atau
piutang.
Selain
kebaikan bagi para anggota firma, juga mempunyai keburukannya, sebab setiap
anggota firma terpaksa untuk menyetujui apa yang telah dilakukan oleh salah
seorang dari anggota-anggota lainnya. Hal ini memang demikian, oleh karena yang
menjadi dasar bagi suatu firma ialah saling percaya mempercayai antara para
anggotanya.
Seperti
juga dengan perseroan,perseroan firma bukanlah badan hukum, sehingga pihak
ketiga tidak berhubungan dengan perseroan yang disebutkan dalam pasal 18 KUHD
dapat digambarkan sebagai berikut :
Sebuah
firma mempunyai tiga orang anggota yaitu A,B dan C. Pada suatu ketika pesero A
membeli barang-barang untuk V.O.F itu dari pihak ketiga (x) dengan harga Rp
900.000,- Dalam hal ini x dapat menagih A atau B atau C, tetapi juga dapat
menagih kepada A+B bersama ataupun A+B+C bersama untuk membayar seluruh jumlah
Rp 900.000,- tersebut.
Dalam
menagih pembayaran tersebut x hanya berhak untuk menerima pembayaran 1 kali
saja, sehingga apabila seorang anggota diantaranya telah membayar sepenuhnya
(Rp 900.000,-) maka anggota-anggota yang lain telah bebas. Dengan kata lain,
pelunasan seluruh hutang oleh salah seorang anggota debitur membebaskan
pelunasan hutang oleh anggota-anggota debitur lainnya.
Anggota
pesero yang telah melunaskan pembayaran itu dapat menagih dari sesama
anggotanya, yakni selama harta benda firms itu tidak cukup untuk pembayaran
itu.
Walaupun
bukan badan hukum, Perseroan Firma mempunyai harta kekayaan, yakni harta yang
telah dikumpulkan untuk perusahaan guna menyelenggarakan perusahaan tersebut;
Berlainan dengan harta kekayaan dari sesuatu badan hukum, harta firma ini dapat
ditagih oleh pihak ketiga selaku kreditur. Apabila seorang anggota firma
diajtuhi hukuman karena tak membayar sesuatu, maka pihak ketiga dapat menyita
barang-barang prive (harta pribadi) dari anggota tersebut, dan apabila ia
menurut kebiasaan telah menagih semua anggota firma bersama, juga dapat menyita
barang-barang harta firma tersebut.
Uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa tanggungjawab dapat dibedakan dalan dua yaitu
tanggungjawab kedalam ( interen) dan tanggungjawab keluar (eksteren)
sebagai berukut :
1.
Tanggungjawab kedalam adalah tanggungjawan masing-masing sekutu kedalam
persekutuan firma antara lain tanggungjawabnya sebagai sekutu yang mempunyai
kewajiban memasukansesuatu dan terhadap untung ruginya persekutuan merupakan
tanggungjawab para sekutu, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian.
2.
Tanggungjawab keluar adalah tanggungjawab terhadap piohak ketiga atau
kepada siapapersekutuan atau para sekutu itu melakukan perbuatan atau
perikatan, tanggungjawab eksteren ini kepada pihak ketiga diantara sekutu
terdapat tanggungjawab renteng/tanggungjawab bersama/saling menanggung.
Menurut
Van Ophuijsen ( 1936) Notaris di Jakarta, tanggung jawab para sekutu terhadap
pihak ketiga tidak dilaksanakan secara langsung artinya segala hutang
persekutuan firma dipenuhi lebuh dahulu dari kas persekutuan firma. Apabila kas
kas tidak mencukupi, barulah diberlakukan pasal 18 KUHD bahwa kekayaan pribadi
masing-masing sekutu dipertanggung jawan sampai hutang terpenuhi semua.Hal ini
berdasarkan praktek persekutuan Firma yang diteliti oleh Van Ophujsen.
PENDIRIAN FIRMA ( Fa) dan CV
Mengenai
cara mendirikan Perseroan Firma, maka seperti halnya dengan perseroan (vide
pasal 1624 KUHS) cukuplah dengan mengadakan sebuah perjanjian konsensuil.
Syarat tertulis untuk mendirikan firma sebenarnya tidak diminta oleh KUHD, akan
tetapi biasanya tentang pendirian sebuah perseroan firma selalu dibuat sebuah
akte resmi di depan seorang notaris.
Dalam
pasal 22 KUHD disebutkan, bahwa tiap-tiap perseroan firma harus didirikan
dengan akta otentik, akan tetapi ketiadaan akta yang demikian tidak
dapat dikemukakan untuk merugikan pihak ketiga.
Diperlukannya
akta notaris (salah satu bentuk akta otentik) ialah untuk membuktikan kedudukan
para anggota firma, apabila kedudukan mereka itu dibantah atau diinginkan oleh
pihak ketiga.
Pasal 22
KUHD sendiri menunjukan akan kemungkinan tentang tak dibuatnya akta otentik
dengan menyatakan, bahwa ketiadaan akta itu dapat dikemukakan terhadap pihak
ketiga, dengan maksud untuk merugikan pihak ketiga. Maksudnya ialah, bahwa
tanpa akta juga perseroan firma, dipertanggung jawabkan sepenuhnya dari para
anggotanya tetap ada.
Dari
ketentuan tersebut mengandung arti bahwa akta pendirian dalam persekutuan firma
tidak berfungsi sebagai syarat sahnya pendirian sebuah pesekutuan firma,berbeda
pada pendirian perseroan terbatas yang merupakan syarat sahnya pendirian PT.
Hal ini seperti dikatakan oleh Purwosutjipto bahwa ketiadaan akta pendirian
tidak boleh dipakai pembuktian oleh sekutu terhadap pihak ketiga, bahwa
persekutuan firma tidak ada.
Adapun
yang dimaksud dengan akta otentik, menurut pasal 1868 KUHp ialah suatu akta
yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang dibuat oleh atau
dihadapan pegawai-pegawai umum (biasanya notaris) yang berkuasa untuk
ditempatkan dimana akta dibuatnya. Suatu akta otentik memberikan kepada para
pihak peserta ahliwaris-ahliwarisnya atau orang-orang yang mendapatkan hak dari
pada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya
(vide pasal 1870 KUHS).
Lawan
akta otentik ialah akta di bawah tangan yang merupakan pasal 1874 KUHS ialah
suatu akta yang tidak dibuat oleh pegawai umum dan hanya berisi tanda tangan
pihak yang termasuk dalam perjanjian yang dibuat dalam akta itu.
Berlainan
dengan suatu Perseroan Terbatas dimana akta otentik merupakan syarat mutlak
untuk mensyahkan berdirinya P.T tersebut, maka bagi suatu Perseroan Firma, akte
otentik itu bukanlah suatu syarat mutlak untuk mensahkan adanya V.O.F itu
melainkan ia hanyalah menjadi alat bukti.
Menurut
pasal 23 KUHD akta pendirian V.O.F harus didaftarkan dalam sebuah daftar
(register) yang telah ditentukan untuk itu oleh Kepaniteraan Pegadilan Negeri
dalam daerah hukumnya Perseroan Firma itu berkedudukan.
Yang
harus didaftarkan menurut pasal 24 KUHD ialah akta pendiriannya ataupun sebuah
petikan/ikhtisar resmi dari akta itu. Pendaftaran yang dimaksud harus dilakukan
olaeh para pesero firma.
Mengenai
isi daripada akta pendirian firma pasal 26 KUHD mengharuskan isi tertentu, yang
menurut pasal tersebut harus memuat :
1.
Nama,
nama depan/kecil, pekerjaan dan tempat tinggal para pesero firma
2.
Penyebutan
firma mereka dengan keterangan apakah perseroan itu untuk umum, atau hanya
terbatas pada sesuatu mata perusahaan yang khusus dan dalam hal yang belakangan
ini, dengan menyebutkan mata perusahaan khusus itu.
3.
Penunjukan
pesero yang dikecualikan dari hak menanda tangani untuk firma.
4.
Saat
mulai berlakunya dan berakhir perseroan firma.
5.
Selanjutnya
(dan pada umumnya) bagian-bagian lainnya dari perjanjian (mendirikan perseroan
firma) yang perlu guna menetukan hak-hak pihak ketiga terhadap perseroan.
Setiap
orang dapat melihat yang telah didaftarkan itu dan meminta salinannya atas
ongkos sendiri. Pendaftaran itu harus diberi tanggal pada hari akta dibawa
Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Di samping itu akta tersebut harus diumumkan
dalam Berita Negara.
Maksud
pendaftaran dan pengumuman akta pendirian tersebut, ialah agar supaya pihak
ketiga yang mengadakan hubungan dengan perseroan firma itu dapat menyelidiki
benar-benar siapakah anggota-anggotanya, apa tujuan perseroan itu, bila ia
mulai bekerja dan berhenti, siapa diantara anggota-anggotanya yang boleh atau
tidak boleh bertindak keluar.
Akibat
dari pada tidak mendaftarkan dan mengumumkan ialah bahwa menurut pasal 29 KUHD,
Perseroan tersebut akan berlaku untuk waktu yang tidak tertentu dan untuk
segala macam usaha (didirikan dengan maksud umum) dam bahwa tak seorang
anggotapun dikecualikan dari hak untuk bertindak bagi perseroan itu.
Dari
Uraian tersebut maka cara pendirian Persekutuan Firma (Fa) dapat dibagi dalam 3
hal yaitu :
a.
pembentukan .
b.
Pendaftarannya.
C.
Pengumanan.
Menurut
pendapat saya , untuk melihat hal ini ada dua pendekatan yaitu secara teoritis
tidak dapat diterima cara pendirian persekutuian firma seperti 3 hal di atas,
hal ini disebabkan pasal 22 KUHD tanpa akta pun Firma dapat didirikan karena
akta hanya tidak bisa dijadikan bukti kepada pihak ketiga, secara empris bisa
diterima tetapi bukan keharusan oleh karena itu sudah saatnya pemerintah mulai
memikirkan untuk membuat peraturan-peraturan tentang Firma maupun CV yang
sesuai dengan perkembangan ekonomi dewasa ini.
Lain hal
pendapat Peter Tedu Bataona SH ( Murjiyantyo : 2002 ;10 ) mengatakan
bahwa dalam persekutuan firma akta otentik tidak berfungsi sebagai alat
pengesahan berdirinya firma yang bersangkutan tetapi hanya berfungsi sebagai
alat bukti kepada pihak ketiga apabila suatu saat kedudukan para sekutu
digugat.Namun di dalam praktek pada umumnya persekutuan firma didirikan dengan
akta notaris.
Begitu
pula Soekardono melihat perkembangan pendirian persekutuan komanditer
maunpun persekutuan firma di Indonesia sekarang ini dalam praktek ternyta
diadakan juga akta notaris pendiri, pendaftaran,pengumuman, maka rupanya kita
sedang menuju arah yang berlaku di Prancis .
Pembagian
Keuntungan
Cara pembagian
keuntungan dapat diatur oleh para pesero itu sendiri. Apabila peraturan
mengenai pembagian keuntungan tidak mereka adakan berdasrkan persetujuan, maka
berlakulah ketentuan dalam pasal 1633 KUHP (yang berlaku bagi perseroan) yang
antara lain menyatakan bahwa pembagian keuntungan dilakukan menurut
perbandingan besar-kecilnya modal mereka masing-masing yang dimasukan dalam
perseroan.
PEMBUBARAN
FIRMA ( Fa)
Seperti
halnya dengan sebuah perseroan suatu firma dibubarkan apabila; 1. waktu yang
ditentukan untuk bekerja telah lampau,
2. seorang anggota atau lebih mengundurkan diri sebagai anggot.
3.
seorang anggota meninggal dunia dan sebagainya.
sekalipun menurut ketentuan undang-undang bahwa
suatu firma bubar apabila salah seorang anggota menarik diri sebagai anggota
namun kenyataan menunjukan bahwa tidaklah demikian halnya yang berlaku dalam
praktek.
Penggantian
seseorang peserta firma dengan seorang yang lain dalam praktek sering kita
lihat , apabila ada seorang peserta yang menarik diri maka terus diadakan
penggantiannya dan firma itu berjalan terus saja.
Menurut
pasal 31 KUHD pembubaran suatu persekutuan firma sebelum waktu yang telah
ditentukan dalam persetujuan atau sebagai akibat penguduran diri atau
pemberhentian, harus dilakukan denga akta otentik, pula harus di daftarkan pada
Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Berita Negara.
Apabila
keharusan tersebut tidak dilakukan, maka berakibat tidak berlakunya pembubaran
tadi terhadap pihak ketiga.
Firma
dari suatu perseroan yang telah dibubarkan, boleh dipakai terus oleh seorang
atau lebih, baik dalam hal persetujuan-peseroan mengizinkan ataupun apabila
bekas pesero yang dulu dipakai namanya dalam firma itu dengan tegas
menyetujuinya, yang kesemuanya ini harus dibuatkan sebuah akta dengan ancaman
hukuman tersebut dalam pasal 29 mengenai pendaftaran dan pengumuman.
Menganai
cara penyelesaian pembubaran (likuidasi) menurut pasal 32 kUHD, hal itu
dilakukan atas nama perseroan oleh anggota-anggota yang dahulu menguras
perseroan itu, kecuali kalau ada orang lain yang ditunjuk untuk hal itu dalam
akta pendirian atau pada suatu persetujuan kemudian, atau sekalian perseroan
atas pemungutan suara dengan suar terbanyak telah mengangkat seorang yang
bertugas untuk menyelesaikannya. Jadi orang-orang yang dapat menjalankan
penyelesaian ialah
1). Orang yang ditunjuk untuk hal itu dalam akta pendirian
2). Perseroan-perseroan yang terdahulu mengurus
persetujuan1). Orang yang ditunjuk untuk hal itu dalam akta pendirian
3). Orang lain yang ditunjuk atas pemungutan suara semua pesero
4). Apabila suara terbanyak itu tak tercapai (sama benar Hakim dapat
menetukan orang-orang yang akan menyelesaikan likwidasi tersebut.
Tugas daripada orang-orang yang menyelesaikan
pembubaran firma tidak diatur dalam KUHD, sehingga hal ini itu diserahkan
kepada para pesero sendiri yang menyetujuinya.Orang-orang yang menyelesaikan pembubaran itu, apabila jika ia bukan anggota pesero adalah berkedudukan sebagai pemegang kuasa terhadap para pesero. Oleh karena itu menurut pasal 1802 KUHP ia harus ia harus mempertanggung jawabkan segala usaha dan hasil-hasilnya kepada para pesero (pesero lainnya) yang berkeharusan pula mengganti kerugian, jikalau perseroan tersebut menderitanya disebabkan perbuatannya sebagai orang yang ditugaskan untuk menyelesaikan likuidasi.
Orang-orang yang menyelesaikan itu mengikat, karena perbuatan-perbuatan para pesero masing-masing untuk sepenuhnya (tanggung jawab solider) pada pihak ketiga, tetapi hanya untuk hal-hal yang mengenai penyelesaian itu.
Setelah urusan-urusan dengan orang yang menyelesaikan telah selesai, barulah pembagian para pesero dapat dijalankan. Perlu dketahui bahwa selama likuidasi (dalam taraf penyelesaian pembubaran) peseroan yang dibubarkan masih berjalankan terus. Likuidasi itu mengandung arti menghabisi semua persetujuan yang masih setelah menagih semua piutang melunasi semua hutang dan setelah mengembalikn kepada para anggota jumlah uang dan harga barang yang telah mereka masukan sebagai andil pada perseroan.
Harta kekayaan yang selebihnya setelah pengambilan adalah laba, dn jika terdapat kekurangan maka itu adalah kerugian.
Sesudah selesai likuidasi itu barulah perseroan firma itu berakhir.
Pada pailisemen Perseroan Firma, maka para pesertanya pun jatuh pailit. Hal ini dapat dimengerti, karena itu yang menjadi tanggungannya dengan seluruh harta kekayaan pribadinya.
Dengan demkian apabila ada dua orang peserta firma, maka terdapat 3 budel-palit(budel= harta benda) yaitu budel kedua peserta firma itu masing-masing dan budel firma.
PERSEKUTUAN KOMANDITEIR / PERSEROAN KOMANDITEIR ( CV =COMANDITAIRE VENNOOTSCHAP atau Partnership with sleeping patners.
Persekutuan komanditert (CV) tidak diatu secar khusus tetapi diatur dalam ketentuan diantara ketentuan yang mengatur mengenai persekutuan firma (Fa) yaitu pasal 19,20,21 KUHD.
Pasal 19 KUHD dijelaskan bahwa persekutuan komanditer adalah persekutuan yang menjalankan suatu perusahan yang dibentuk antara satu orang atau bebarapa orang yang secara tanggung menanggung bertanggungjawab untuk seluruhnya (tanggung jawab soilider ) pada satu pihak dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang ( geldschieter) pada pihak yang lain.
Adapun
dasar pemikiran pembentuka persekutuan komanditer ini sebagai berikut :
1.
seorang
atau lebih yang mempercayakan uang atau barang yang digunakan di dalam
menjalankan perusahaan.
2.
orang
yang menjalankan perusahaan yang pada umumnya berhubungan dengan pihak ketiga
3.
Pengusaha
bertanggungjawab sepenuhnya kepada pihak ketiga dan tidak semua anggota
bertindak keluar.
Dengan
demikian dalam persekutuan komanditer seorang atau lebih dari anggota-angotanya
sebagai pemberi uang (geldschiter) tidak menjadi pimpinan perusahan maupun
bertindak kepada pihak ketiga,mereka ini sekedar menyediakan sejumlah modal
bagi anggota atau anggota-anggota lainya yang menjalankan persekutuan
komanditer tersebut.
Para
pesero sebagai pemeberi uang berdiri di belakang layar persekutuan yang turut
memperoleh bagian dari keuntungan dan turut pula memikul kerugian yang diderita
oleh perseroan seperti pesero biasa, akan tetapi tanggungjawabnya terbatas
dalam persekutuannya, maka mereka tidak memikul kerugian yang melebihi modal
yang disetorkan.
Istilah pelepas uang (geldschieters) dalam
pasal 19 ayat 1 KUHD terdapat terjemahan yang berbeda sebagiamana prof
Subekti menterjemahkan dengan istila “ pelepas uang “ Tirtaamidjaja
menterjemahkan “ pemberi uang “ Prof Soekardono secara lebih tepat
menterjemahkan dengan istilah “ seorang yang mempercayakan uang dan menuurt
beliau pasal 19 ayat 1 KUHD sendiri dengan salah memakai perkataan “geldschieters
“ ( pihak yang meminjamkan modal) untuk menunjukan para anggota komanditer,
bukan demikian maksudnya oleh karena itu terhadap orang yang meminjamkan uang tidak
berlaku pasal 1759 dan 1760 KUHP tentang kewajiban –kewajiban orang yang
meminjamkan.Jadi dalam persekutuan Komanditer (CV) itu ada duam macam anggota atau sekutu, yaitu :
1.
Anggota/sekutu
passif/ orang yang berdiri dibelakang layar atau comaditaris/komanditer
juga disebut sleeping patners atau stille vennot adalah sekutu
yang hanya menyerahkan uang atau penyetor modal, berkewajiban menyetorkan
modalnya dan bertanggungjawab tidak lebih dari nilai modal yang disetorkan dan
sekutu tidak boleh ikut campur tangan di dalam pengurusan atgau mencampuri
tugas sekutu kerja ( pasal 20 KUHD) .Namun demikian sekutu komanditer berhak
mengawasi jalannya perusahaan malahan kadang-kadang untuk melakukan sesuatu
sekutu kerja harus mendapat persetujuan dari sekutu tidak kerja.
2.
Anggota
aktif /sekutu kerja/pesero pengurus atau disebut kompelemter. Sekutu ini
memasukan modal dan juga mengurusi jalan persekutuan yang bertanggungjawab
secara pribadi untuk keseluruhan
Apabila
sekutu kerja lebih dari seorang harus ditegaskan dalam anggaran dasar apakah
diantara mereka ada yang dilarang untuk bertindak keluar untuk mengadakan
hubungan hukum dengan pihak ketiga, meskipun demikian tanggungjawab tetap
sebagaimana dalam pasal 18 KUHD
Hubungan dengan pihak ketigaMengingat hubungan dengan pihak ketiga dalam persekutuan komanditer (CV), hanyalah pengurus yang menjalankan perusahaan yang bertindak keluar, serta terikat pada piohak ketiga, sebaliknya para sekutu pasif atau komanditeris mempnyia kedudukan sebagia orang yang mempercayakan modal tidak mempunyai hubungan dengan pihak ketiga .misalnya : Apabila persekutuan komanditer mempunyai banyak hutang sehingga jatuh pailt dan apabila harta benda persekutuan tidak memcukupi untuk pelunasan hutang-hutangnya maka harta benda privat dari pesero pengurus itu dapat pula dipertanggungjawab untuk melaunasi hutang persekutuan komaditer. Sebaliknya sekutu pasif paling tinggal hanya kehilangan jumlah uang disetorkan sedangkan harta benda privat tidak dapat diganggu gugat.
Dari dua
sekutu diatas maka terdapat tiga macam persekutuan komanditer yaitu :
1.
Persekutuan
komanditer diam-diam, adalah persekutuan yang belum menyatakan diri secara
terang-terang kepada pihak ketiga sebagaimana persekutuan komanditer. Keluar
persekutuan menyatakan diri sebagai persekutuan firma tetapi kedalam
persekutuan menyatakan diri sebagai persekutuan komanditer. Mengenai hal ini
timbul persoalan apakah persekutuan ini dikehendaki oleh Undang-Undang? Tentang
hal ini timbul pendapat antara lain :
1.
Polak, mengemukakan bahwa pembentuk UU mungkin pula
memikirkan akan adanya bentuk persekutuan komanditer diam-diam. Hal ini
ternayat dalam pasal 20 ayat 2,pasal 21 dan 32 ada perkatan “ zaken van
vennotschap” (urusan persekutuan ) dan dalam pasal 21 KUHD ada kata-kata :schulden
en verbintenisen van vennootschap ( utang-utang dan perikatan-perikatan
persekutuan ).
2.
Eggens, bahwa pembentuk UU dengan tidak tegas membedakan
antara persekutuan komanditer diam-diam dengan persekutuan komanditer
terang-terangan.
3.
Soekardono belum yakin bahwa pembentuk UU di Nederland dulu
benar-benar memperhatikan bentuk persekutuan terang-terangan.
4.
H.M.Purwosutjipto bahwa persoalan apakah persekutuan komanditer
diam-diam itu dikehendaki oleh UU tidak dapat dijawab secara tegas sebab
pembentuk UU tidak menyingguing sediktpun dalam pasal 19,20,21 KUHD tetapi
jelas pembentuk Undang tidak melarang adanya persekutuan komanditer diam-diam.
Saya sependapat dengan Purwosutjipto karena untuk membedakan pesekutuan
diam-diam dan terangan secara prinsip sangat sulit dan kapan kita bisa
mengetahui persekutuan secara diam-diam .
2. Persekutuan komanditer terang-terangan, persekutuan ini menyatakan
diri sebagai persekutuan komanditer kepada pihak ketiga , hal ini misalnya ,
terlihat pada papan nama di muka kantor atau juga pada kepala surat yang keluar
selalu mempergunakan nama persekutuan. Sebenarnya istilah terang-terangan itu
tertuju pada pernyataan diri sebagai persekutuan komaditer kepada pihak ketiga.
3.Persekutuan komanditer dengan saham adalahpersekutuan komanditer
terang-terangan yang modalnya terdiri dari saham-saham. Bentuk persekutuan ini
sama sekali tidak diatur dalam KUHD, pada hakekatnya persekutuan bentuk ini
sama dengan persekutuan komaditer biasa (terang-terangan)
Kepribadian
persekutuan komaditer dengan saham dilihat dalam atka pendirian dapat
ditentukan mengenai sekutu yang dapat diperalihkan kepada orang lainatau ahli
waris, hal dapaty diperkirakan sifat kepribdian persekutuan dengan saham sudah
mengendor tetapi belum kehilangan sama sekali meskipun modalnya terdiri dari
saham-saham, tetapi pada waktu menjual saham pengusurs masih melihat
kepribadian dari sipembeli yakni kesempatan membeli saham ditawarkan pertama
kali kepada sanak saudara terdekat, lalu sobat kerabat bartu kenalan.
Menurut Prof
Soekardono bentuk persekutuan dengan saham merupakan bentuk peralihan
daripada bentuk perseroan terbatas.
Persamaan
dan perbedaan persekutiuan komaditer degan saham dan perseroanterbatas (PT)
yaitu:
Persamaannya
;
1.
modalnya
sama-sama terdiri dari saham-saham, meskipun persekutuan komaditer saham
berbentuk saham atas nama sedangan PT saham dapat berbentuk atas nama atau atas
pembawa.
2.
Pengawasan.
Pada persekutuan komanditer dengan saham dapat ditetapkan salah seorang dari
sekutu komaditer sebagai komisaris yang bertugas mengawasi pekerjaan sekutu
kerja . meskipun dia pengawas tetapi sebagai sekutu komanditer/sekutu pasif
tidak diperbolehkan mencapuri urusan sekutu pengurus meskipun dalam perjanjian
ditetapkan bahwa mengenai perbuatan-perbuatan tertentu, sekutu kerja harus
minta persetujuan lebih dulu kepada sekutu komanditer/pengawas tersebut.
Perbedaannya
:
1.
Dalam PT
tidak ada sekutu kerja yang bertanggungjawab penuh secara pribadi untuk
keseluruhan. Tanggaungjawab seperti ini pada PT ada pada direksi (pengurus)
yang telah melakukan perbuatan hukum sebelum pendaftaran dan pengumuman PT ybs
2.
Direksi
pada PT tidak boleh diangkat selama-lamanya yakni selama PT berjalan, sedangkan
sekutu kerja/ pengurus pada pesekutuan komanditer dengan saham dapat diangkat
untuk selamanya.
Ketentuan
larangan
·
Nama
dari anggota penyetor modal tidak boleh digunakan untuk nama persekutuan dan
juga tidak boleh ikut serta dalam kepengurusan ( pasal 20 KUHD)
- Apabila ketentuan pasal 20 dilanggar,maka pasal 21 KUHD ditentukan
sanksinya yaitu bahwa sekutu penanaman modal yang melanggar terhadap ketentuan
pasal 20 KUHD ,misalnya namanya digunakan sebagai nama persekutuan atau turut
sebagai pengurus dan mengurusi jalan perusahaan maka diperanggungjawab secara
pribadi untuk seluruhnya terhadap semua hutang-hutang dan perikatan-perikatan
persekutuan yang dilakukan terhadap pihak ketiga.
Latar
belakang ketentuan diatas karena :
1.
biasanya
sekutu penanaman modal adalah orang yang mampu di bidang ekonomi dan biasanya
mempunyai kedudukan tertentu yang dikenal dalam masyarakat.
2.
Dari
segi ekonomi, orang ini dipandang oleh masyarakat mempunyai kedudukan ekonomi
yang cukup kuat sehingga masyarakat menganggap perusahaan ini tidak akan
bangkrut, padahal dia hanya sebagaianggotya penyetor modal yang tanggungjawab
sebatas modal yang dimiliki, kalu modalnya kecil kemungkinan persekutuan ini
akan bangkrut.
BERAKHIRNYA PERSEKUTUAN KOMANDITER ( cv)
Persekutuan
komanditer pada hakikatnya adalah persekutuan firma, maka cara berakhir berlaku
juga pada CV ( pasal 31 :
1.
berakhirnya
pada waktu ditetapkan dalam akta pendirian.
2.
sebelum
berakhir jangja waktu tersebut akibat pengunduran diri atau pemberhentian
sekutu.
3.
akibat
perubahan akta pendirian.
Dengan
demikian ,pasal 1646 sampai denagn 1652 KUHPer dan pasal 31 sampai dengan pasal
35 KUHD dapat diberlakukan juga.
Perbedaan PT dengan CV
1.
Pengurus
CV bewrtanggungjawab penuh, sedangkan pengurus PT tanggung jawabnya terbatas.
2.
Bila
anggota CV meninggal maka CV bubar, namun tidak demikian halnya dengan PT
keberadaan Pt terus berkelanjutan, meskipun terjadi penggantian , pengurus atau
kepengurusan (perpetual ).
3.
Pengurus
CV bertindak selama perseroan berjalan sedangkan Pt tidak boleh.
4.
CV yang
terbagi atas saham mempunyai komisaris namun mempunyai tetap berstatus
komanditer sedangkan dalam PT selalu ada komisaris.
5.
Pengurus
CV harus mendapat izin, sedangkan PT dengan kuasa.
Surat Berharga
Sejarah Surat Berharga
sejarah
surat berharga terdapat tiga macam pengaturan yang dikenal sejak zaman dahulu
ketiga macam sistem pengaturan antara lain :
1. Pengaturan menurut sistem Prancis, pada sisitem ini berdasarkan
pendapat sarjana hukum Prancis yang terkenal pada saat itu seperti Potheir dan
Domat. Pendapat mereka dijadikan darasr penyusunana Code de Commerce Prancis
1807, karena code de Commerce prancis pernah berpengaruh di negeri belanda ,
maka sistem itu juga diikuti juga oleh belanda dan dibawah ke Indonesia (
sebagai bekas daerah jajahan. Menruut pendapat mereka : perjanjian wesel itu
adalah adalah perjanjian penukuaran uang ( contract de change ) ,
misalnya A memberikan uang kepada B disuatu tempat , maka B akan membayar uang
tersebut kepada A di tempat lain. Pembayaran oleh B dilakukakn dengan
menerbitkan surat wesel , dan sepucuk surat wesel itu berlaku sebagai alat
bukti dari perjanjian penukaran uang tadi, jadi dalam surat wesel selalu
terdapat klausul tempat ( tempat penerbit dan tempat pemegang pertama ). Dari
contoh di atas B posisi sebagai penerbit A posisi sebagai pemegang pertama yang
dapat memindahtangankan kepada orang lain dengan penukaran uang.
Akibat atau konsekwensi dari pendapat ini ialah; apabila atau jika ada
cacat yang mengakibatkan batalnya perjanjian yang menjadi dasar perikatan surat
wesel maka pemegang surat wesel tidak berhak atas pembayaran wesel itu.,
walaupun pemegang wesel itu adalah orang yang jujur. Sistem Prancis dianut di
Negara Perancis, Belanda, Indonesia,Belgia, Spanyol, Rumania dan negara-negara
America tengah dan Negara America selatan.
2. Pengaturan menurut sistem Jerman.
Sistem jerman berdasarkan pendapat dari para
sarjana hukum Jerman seperti, Einert dan Thol. Pendapat mereka dijadikan
dasar pembentukan “ Algemeine Deutsche Wehselornung “ yaitu undang
–undang tentang surat wesel di Jeman tahun 1848. menurut pendapat mereka surat
wesel diterbitkan itu terlepas dari perikatan dasarnya. Ajaran ini disebut
disebut : Ajaran abstraksi ‘Konsekuensi dari ajaran ini ialah jika ada cacad yang mengakibatkan batalnya perikatan , maka pemegang surat wesel itu tetap berhak atas pembayaran wesel itu dan tersangkut harus membayarnya. Sistem Jerman ini dianut di Negara Jerman, Austria,Italia, Swiss dan Negara-negara Skandinavia.
3 .Pengaturan menrut sistem Inggeris.
Sistem Inggeris dapat diketahui dari undang-undang
bernama “ Bill of Exchange Act 1882 yang berdasarkan rancangan
undang-undang yang disusun oleh Sir Machenzie D Chalmers. Undang-undang
ini kemudian ditiru pula oleh America Serikat dalam “ Negotiable Instruments
Law 1897. Sistem ini merupakan jalan tengah antara sistem jerman dan sistem
prancis artinya menolak ajaran abstraksi pada sistem jerman dan memperhatikan
perikatan dasar yang menjadi latar belakang peneribitan surat wesel serta
memberikan perlindunagn kepada pemegang surat wesel yang jujur walaupun ada
cacad pada perikatan dasar yang menjadi latar belakang penenribitan surat
wesel.Sistem ini dianut di Negara Inggeris dan pada umumnya Negara-negara yang berbahasa Inggeris termasuk America Serikat dan Irlandia.
Dalam perkembangan sejarah pengaturan surat berharga dalam tiga sistem makin lama makin menuju kepada pendekatan dan persamaan satu sama lain sehingga perbedaan prinsipil makin dikurangi, hal demikian bisa terjadi karena sistem Prancis dan sistem Jerman makin menuju kepada arah sistem Inggeris-America ( Anglo Saxon ).. Sistem jerman akhirnya melepaskan ajaran absrtaksi dari janji untuk membayar yang tadi menjdi dasar pemikiran mereka, dengan pendekatan ini akhirnya dikenal hanya dua sistem saja yaitu : sistem eropa continental dan sistem anglo saxon . Dalam usaha penyeragaman secara international dalam hukum surat berharga makion menuju kepada kenyataan, hal ini diketahui dengan diadakan konfrensi Jenewa pada tahun 1930 dan tahun 1931.Pada tahun 1930 konfrensi Jenewa tentang univikasi pengaturan surat wesel sanggup dan pada tahun 1931 tentang surat cek antara Negara-negara peserta.
Dalam konfrensi tersebut berhasil dirumuskan beberapa rancangan perjanjian International mengenai surat berharga :Pada tahun 1930 tentang surat wesel dan surat sanggup
1.
Perjanjian
penyeragaman surat wesel dan surat sanggup.
2.
Perjanjian
penyelesaian perselisihan antara berbagai UU mengenai surat wesel dan surat
sanggup antara Negara Negara peserta.
3.
Perjanjian
mengenai materai surat wesel dan surat sanggup.
Pada tahun 1931 tentang surat cek :
1.
perjanjian
penyeragaman surat cek.
2.
perjanjian
penyelesaian perselisihan antara Negara berbagai uu mengenai surat cek antara
Negara peserta.
3.
perjanjian
mengenai meterai surat cek.
Rancangan beberapa perjanjian international itu
ditanda tangan oleh semua peserta kecuali Amerika Serikat, sedangkan Inggeris
hanya menandatangan rancangan perjanjian tentang materai pada surat wesel,
surat sanggup dan surat cek, Junani sebaliknya tidak menandatangan perjanjian
tentang materai. Alasan America Serikat dan Inggeris tidak mau menandatangan
perjanjian International tersebut karena America serikat dan Inggeris sangat
mementingkan tujuan surat berharga itu sebagai alat pembayaran uang atau tukar
uang ( Negotiable Instrumen ), tujuan itu tidak terpenuhi semuannya jika
mengikuti peraturan yang dirumuskan dalam rancangan perjanjian itu.Menurut sistem Anglo Saxon yang dimaksud dengan Negotiable Instrumens ialah surat yang menggantikan uang, karena menggantikan uang maka diperlakukan seperti uang. Syaratnya dapat dipinda tangankan secara bebas dan dapat diuangkan setiap saat olehpemegangnya dapat diperlakukan baik menurut ketentuan UU maupun menurut kebiasaan dikalangan pedagang.
Negotiable Instrumen terdiri dari 3 macam yaitu :
1.
Bill
of exchange.
2.
Promissory
note.
3.
chegue.
Bill of exchange
dapat diterbitkan atas pengganti dan atas tunjuk, jadi lain sekali dengan surat
wesel yang dapat diterbitkan hanya atas pengganti saja. Demikian juga halnya
dengan promissory note dapat terbitkan sama seperti dengan bill of exchange
sedangkan cek dapat diterbitkan atas penglihatan.
Negara Belanda ikut menandatangan semua perjanjian international itu,
kemudian pada tahun 1932 menyesuaikan WVKnya dengan ketentuan dalam perjanjian
tsb dengan mengubah titel 6 dan titel 7 buku I tentang surat wesel, surat sanggup
dan surat cek. Perubahan ini diteruskan pula kepada WVK hindia belanda dengan
Stb 1934-562 jo Stb 1935-531, perubahan mana bagi hindia belanda mulai berlaku
sejak 1 Januari 1936. Pengaturan surat berharga dalam buku 1 Titel 6 dan Titel
7 itu sebagai berikut :
1.
Pengaturan
tentang surat wesel dalam bukuk I titel 6 dari bagian 1 sampai dengan bagian
kedua belas.
2.
Pengaturan
tentang surat sanggugp, dalam buku 1 titel 6 bagian ketiga belas.
3.
Pengaturan
tentang surat cek dalan buku 1 titel 7 dari bagian kesatu sampai dengan bagian
kesepuluh.
4.
Pengaturan
tentang surat kuitansi atas tunjuk dan promes atas tunjuk dalam buku 1 titel 7
bagian kesebelas.
Sehubungan dengan sejarah perkembangan surat berharga di atas maka
timbul atau mengenal 4 teori yang terkenal yaitu :
1.
Teori
Kreasi.
2.
Teori
perjanjian.
3.
Teori
Kepantasan.( Redelijkheidtheorie)
4.
Teori
Penunjukan ( Vertoningstheoie)
ad. 1. Menurut teori ini, maka dasar hukum dari perikatan surat
berharga bagi seorang perhutangan surat berharga itu adalah, terletak pada perbuatan
penandatanagnan surat tersebut, artinya dalam menempatkan tanda tangan di atas
surat berharga itu akan menimbulkan suatu perikatan bagi orang yang menanda
tangan terhadap orang lain yang memperoleh surat berharga tersebut.
Keberatan
teori kreasi sangat aneh,
apabila orang dapat menerima pandangan teori ini , sebab tidaklah mungkin suatu
pernyataan dari sepihak saja menimbulkan suatu perikatan. Di samping itu masih
terdapat keberatan lain yaitu, jika surat berharga yang telah ditanda tangan
itu jatuh ketangan orang pencuri atau yang tidak jujur maka perhutangan pada
surat berharga itu tetap terikat untuk membayar.Pendiri dari teori kreasi ialah
: Einert yang kemudian dikembangankan oleh Kurtze , teoari ini
banyak dianut di Prancis.
ad. 2 Teori perjanjian
Dasar hukum dari perikatan surat berharga menurut teori ini adalah
terletak dari suatu perjanjian, jadi berlainan dengan teori kreasi, sebab
disini terdapat perbuatan bersifat dua belah pihak , ini merupakan suatu
perjanjian yaitu antara orang yang memberikan surat berharga itu dengan orang
yang memperoleh surat tersebut. Pelopornya Thol.
Keberatan
teori ini yaitu ; tidak dapat
menjelaskan beberapa hal yang timbul dalam waktu peredaran surat berharga itu.
Dalam keadaan biasa,memang teori ini perjanjian ini dapat diterima, akan tetapi
segera
Dalam keadaan peredaran surat berharga itu keluar dari keadaan biasa
maka teori ini akhirnya secara murni tidak dapat dipakai, misalnya tidak dapat
menerangkan mengapa penghutang tetap bertanggung jawab kepada pemegang walaupun
jatuhnya surat tersebut ketangan sipemegang diluar kehendaknya.
ad. 3. Dalam teori ini masih mengakui teori kreasi akan tetapi menerima
juga keberatan yang diajukan teori kreasi yaitu bahwa orang yang memperoleh
surat berharga secara tidak jujurpun berhak menagih, sehingga menurut teori ini
masih harus ditambah dalil bahwa; hanya orang memperoleh surat yang telah
ditandatangan yang secara pantas (redelijk) yang mendapat perlindungan,
artinya kalau cara perolehan dari surat ditanda tangan itu adalah pantas maka
perhutangan surat itu menjadi terikat, tetapi teori ini masih berpedoman bahwa
perbuatan sepihak saja sudah timbul perikatan.
ad. 4. menurut pendapat teori ini yang menjadi dasar hukum yang
mengikat surat berharga antara peneribit dan pemegang ialah perbuatan
penunjukan surat itu kepada debitur. Debitor yang pertama adalah penerbit oleh
siapa surat berharga itu disuruh dipertunjukkan pada hari bayar. Sejak itulah
timbul perikatan dan penerbit selaku debitor wajib membayarnya. Teori ini tidak
sesuai dengan fakta dan terlalu jauh bertentangan dengan ketentuan Undang-
Undang. Dikatakan tidak sesuai dengan fakta karena pembayaran itu adalah
pelaksanaan dari suatu perjanjian(perikatan) dengan demikian perikatan harus
ada terlebih dahulu sebelum pelaksanaannya.
Dari beberapa teori yang diuraikan di atas teori perjanjian yang lebih
banyak berpengaruhnya dalam surat-surat berharga, karena perjanjian antara
penerbit dan pemegang pertama merupakan sumber hukum dari perikatan yang timbul
pada surat berharga. Terbitnya surat berharga tidak lain dari
pemenuhan isi perjanjian, karena penerbit dan pemegang surat berharga itu telah
sepakat untuk menanggung segala akibatnya jika surat berharga itu
dipindahtangankan kepada pemegang berikutnya. Pemindahan surat berharga itupun
didasarkan juga pada isi perjanjian yang tersurat dalam teks surat berharga
misalnya dengan klausula atas tunjuk dan atas pengganti.
Salah satu
fungsi surat berharga ialah
sebagai alat untuk memindahkan hak tagih dengan pengertian
dapat diperjual belikan kepada sipemegang berikutnya setiap saat apabila
dikehendaki oleh pemegangnya. Dalam surat berharga mengenal 2 jenis klausula
yaitu :
1.
Klausula
atas tunjuk (ann toonder)
2.
Klausula
atas pengganti (aan order)
Penggunaan
istilah “ Atas tunjuk” maupun “ Atas Pengganti” belum ada
keseragaman dalam praktek diantara para teoritis. Menurut Wiryono
Prodjodikoro menterjemahkan istilah aan toonder itu untuk pembawa
sedangkan istilah aan order diterjemahkan orang yang ditunjuk. Menurut Subekti
dalam KUHD menterjemahkan aan toonder dengan kepada pembawa dan aan
order diterjemahkan dengan kepada tertunjuk.
Istilah atas tunjuk sebagai terjemahan dari aan toonder lebih
tepat. Atas dasar dua macam klausul ini timbul pertanyaan Apakah setiap surat
atas tunjuk dan atas pengganti adalah surat berharga ? Jawabnya tidak semua surat atas
tunjuk dan atas pengganti itu adalah surat berharga. Untuk mengetahui surat-surat mana yang
termasuk surat berharga perlu dikatahui apa yang menjadi isi perikatan
dasarnya.Berdasarkan isi
perikatan dasar,
Scheltema menggolongkan surat atas tunjuk dan atas
pengganti itu menjadi tiga golongan yaitu :
1.
Surat-surat
yang bersifat hukum kebendaan (zakenrechttelijkepapieren)
2.
Surat-surat
tanda keanggotaan dari suatu persekutuan ( lidmaatschapspapieren)
3.
Surat=surat
tagihan hutang (schuldvorderingspapieren)
ad. 1. Isi perikatan dasarnya adalah untuk menyerahkan
barang yang tersebut dalam surat berharga itu. Akibat hukum penyerahannya surat-surat
itu kepada pihak lain ialah penyerahan barang yang tsb didalamnya. Surat ini
bersifat kebendaan misalnya termasuk surat ini adalah konosmen dan Ceel. Cell juga diterbitkan
atas tunjuk dan atas pengganti. Penyerahan atas tunjuk cukup dari tangan
ketangan sedangkan atas pengganti dengan endosemen disertai penyerahan
suratnya.
ad. 2. Isi perikatan dasar ialah hak-hak tertentu yang diberikan
oleh persekutuan kepada pemegangnya misalnya, hak surat dalam
rapat,hak untuk memperoleh keuntungan, yang termasuk dalam surat ini ialah
Surat saham perseroan terbatas, perseroan komanditeir, surat keanggotaan
koperasi.surat saham pada umumnya diterbitkan atas tunjuk dan atas nama sedangkan
dalam UU juga dalam praktek tidak mengenal saham atas pengganti. Apabila surat
saham atau tanda keanggotaan diterbitkan atas tunjuk maka peralihan cukup dari
tangan ketangan, jika diterbitkan atas nama maka peralihan tidak dilakukan
dengan endossemen melainkan dengan cessi ( pasal 613 ayat 1 KUHD)
ad.3. Isi perikatan dasarnya ialah untuk membayar sejumlah
uang artinya pemegang surat itu berhak mendapatkan pembayaran sejumlah uang
yang tersebut didalamnya dari penandatangan, yang termasuk dalam golongan ini
ialah Surat atas tunjuk dan atas pengganti.
Surat adalah surat legitimasi artinya surat bukti diri bagi pemegang
sebagai orang yang berhak sedangkan surat berharga adalah surat legitimasi artinya sebagai bukti diri bagi pemegang bahwa dialah orang yang berhak atas
tagihan yang tersebut dalam surat berharga. Surat berharga tidak hanya
berlaku sebagai bukti diri jika terjadi perselisihan, tetapi juga mempermudah pemegang menuntut
haknya atas pembayaran diluart proses. Berlakunya asas legitimasi pada
surat berharga adalah untuk
memperlancar peredaran dalam lalu lintas pembayaran, sesuai dengan fungsi dan
tujuan surat berharga.
Untuk menuju kepada pengertian surat berharga seperti dalam KUHD perlu
dibedakan dua macam yaitu ;
1.
Surat berharga,terjemahan dari istilah asli dalam bahsa belanda waarde papier´
di negara –negara Anglo Saxon dikenal dengan istilah negotiable
instruments .Pengertian surat berharga adalah surat yang oleh peneribitnya
sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan sejumlah uang,tetapi pembayaran
itu tidak dilakukan dengan mata uang, melainkan dengan memnggunakan alat bayar
lain. Alat bayar
itu berupa surat yang didalamnya
mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga atau pernyataan sanggup untuk
membayar sejumlah uang kepada pemegang surat itu. Dengan diterbitkannya
surat itu oleh peneribit maka pemegang diserahi hak untuk memperoleh pembayaran
dengan jalan menunjukkan dan menyerahkan surat itu kepada pihak ketiga atau
yang menyanggupinya atau kata lain pemegang surat berharga itu mempunyai hak
tagih atas sejumlah uang yang tersebut di dalamnya. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa surat berharga itu mempunyai tiga
fungsi utama yaitu :
1.
sebagai
alat pembayaran ( alat tukar uang )
2.
sebagai
alat untuk memindahkan hak tagih ( diperjualbelikan dengan mudah atau
sederhana)
3.
sebagai
surat bukti hak tagih ( surat legitimasi ), sedangkan tujuan peneribit
surat berharga itu ialah sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah
uang.
2. Surat yang mempunyai nilai
atau harga, surat ini diterbitkan sebagai pemenuhan
prestasi berupa pembayaran sejumlah uang melainkan sebagai alat
bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak atas apa yang tersebut
didalamnya. Surat itu tidak dapat diperjualbelikan karena tujuan
penerbitannya bukan untuk diperjualbelikan,melainkan untuk pembayaran.
Seorang kreditor yang menerima surat pengakuan hutang dari debitornya merupakan
bukti bagi kreditor bahwa ia mempunyai piutang pada debitor, tetapi debitor
menerbitkan surat itu bukan untuk diperalihkan kepada orang lain, karena
debitor tidak berkewajiban membayar hutangnya kepada orang lain selain dari
kreditor itu sendiri.Jika kreditor itu memperlihatkan surat pengakuan hutang
itu kepada orang lain,kreditor harus memberitahukan hal itu kepada
debitor.Pemberitahuan semacam ini tidak terdapat pada surat berharga.
Apabila seseorang menerima sepucuk surat konosmen, bill of leading
dari perusahaan pengangkutan ini berarti pemegang konosmen tersebut berhak atas
penyrahan barang barang yang tersebut didalamnya.jadi konosmen itu adalah bukti
diri bagi pemegang sebagai orang yang berhak atas penyerahan barang, tetapi
tujuan penerbit konosemen itu tidak untuk diperjualbelikan, tidak untuk
dijadikan alat bayar,jika ada konosmen diperjualbelikan ini hanya bersifat
insidentil saja bukan tujuan utama penerbitan konosmen. Apabila seorang
menerima surat tanda penitipan barang, misalnya surat penetipan sepeda motor
ditempat parkir maka surat tanda penitipan itu adalah sebagai bukti bahwa
pemegang surat itu adalah orang yang berhak atas barang yang dititipkan,jadi
dengan menunjukan surat itu penerima titipan barang dengan mudah dapat mengenal
orang yang berhak menerima kembali barang titipan. Dengan demikian penerbitan
karcis bukan untuk diperjualbelikan,melainkan utnuk dipergunakan oleh
pemegangnya menikmati hak yang diperoleh dari karcis tersebut.
·
Demikian
dapat disimpulakan surat berharga diatur secara lengkap dalam KUHD yaitu :
1.
wesel
2.
cek
3.
aksep
4.
promes
atas tunjuk
5.
kuitansi
atas tunjuk
·
Diatur
diluar KUHD yaitu :
1 bilyet giro, saham ( sebahagian saham diatur di dalam KUHD )
2.
obligasi
3.
sertifikat
saham,
4.
sertifikat
dana,
5.
sertifikat
deposito,
pengaturan
tersebut dipengaruhi oleh sejarah pembentukan KUHD di samping perkembangan
kebutuhan dalam praktek perdagangan/perusahaan.
Penggunaaan
surat berharga dalama KUHD lebih banyak berhubungan dengan lembaga perbankan,
karena pada umumnya pengusaha memusatkan dananya pada bank, sedangkan
penggunakan surat berharga di laur KUHD lebih banyak berhubungan dengan bursa
efek atau pasar modal jika dibandingakan dengan bank.
HUKUM KEPAILITAN
Sejarah Kepailitan
Pailit, dalam bahasa Belanda disebut failliet
dalam Bahasa Inggeris bankrupt . Pailit dalam masa hindia
belanda dimasukan dalam KUHD 9 WVK) dan diatur dalam peraturan sendiri ke dalam
Faillissements- verordering. Sejak tahun 1906 yang dulu
diperuntukan bagi pedagang saja tetapi kemudian dapat digunakan untuk golongan
mana saja. Masalah kepailitian sangat penting keberadaannya. Tahun 1997 ketika
krisis ekonomi melanda Indonesia dimana hamper seluruh sendi kehidupan
perekonomian nasional rusak, termasuk dunia bisnis dan masalah keamanan
invenstasi di Indonesia. Krisis tersebut membawa makna perubahan sangat penting
bagi perkembangan peraturan kepailitan di Indonesia. Dapat disadari bawa
peraturan lama yang masih berlaku ternyata tidak bisa menyesuikan dengan
kebutuhan perubahgan zaman, oleh karean itu pada tahun 1998, pemerintah
mengeluarkan UU No 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, yang merupakan :
1.
Perbaikan
terhadap Faillissemwnts- Verordening 1906;
2.
Adanya
penambahan pasal yang mengatur tentang Penundaan kewajiban pembayaran Utang (
PKPU);
3.
Mengenal
istilah pengadilan Niaga, di luar pengadilan umum untuk menyelesaikan sengketa
bisnis.
Selanjutnya
pada tahun 2004, pemerintah mengeluarkan UU
No 37 Tahun 2004 Tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Merupakan perbaikian terhadap
peraturan perundang-undangan sebelumnya. UU ini didasarkan pada beberapa asas.
Asas-asas tersebut antara lain :
1.
Asas keseimbangan, yaitu disatu pihak terdapat ketentuan yang dapat
mencegah terjadinya penyalagunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor
yang tidak jujur, dilain pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah
terjadinya penyalagunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kriditor yang
tidak beritkat baik.
2.
Asas Kelangsungan usaha, dalam UU ini terdapat ketentuan yang
memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap berlangsung.
3.
Asas Keadilan, bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi
para pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya
keseweang-wenagan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan
masing-masing terhadap debitor, dengan tidak memedulikan kreditor lainnya.
4.
Asas Integritas, asas ini mengandung pengertian bahwa sistem hukum formal dan hukum
materilnya merupakan satu keasatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan
hukum acara perdata nasional.
Beberapa pokok materi baru dalam UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang antara lain :
1.
Agar
tidak menimbulkan berbagai penafsiran dalam UU ini pengertian utang diberikan
batasan secara tegas, demikian juga pengertian jangka waktu.
2.
Mengenai
syarat-syarat dan prosedur permohonan pernayatan pailit dan permohonan penundaan
kewajiban pembayaran utang termasuk didalamnya pemberian jangka waktu secara
pasti bagi pengambilan putusan pernyataan pailit dan atau penundaan kewajiban
pembayaran utang.
PENGERTIAN KEPAILITAN
Kata Pailit adalah suatu
usaha bersama untuk mendapat pembayaran bagi semua kriditor secara adil dan
tertib, agar semua kreditor mendapat pembayaran menurut imbangan besar kecilnya
piutang masing-masing dengan tidak berebutan.
Kepailitan adalah sita umumn atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan
dan pemberesan dilakukan oleh curator di bawah pengawasan Hakim Pengawas
sebagaimana di atur dalam UU No 37 Tahun 2004, sedangkan yang dinyatakan pailit
adalah seorang debitor ( berutang ) yang sudah dinyatakan tidak mampu membayar
utang-utang lagi. Pailit dapat dinayatakan atas :
1.
Permohonan
debitor sendiri.
2.
Permohonan
satu atau lebih kreditornya ( menurut pasal 8 sebelum diputuskan Pengadilam
wajib memanggil debitornya ).
3.
Pailit
harus dengan putusan pengadilan ( pasal 2 ayat 1 ).
4.
Pailit
bisa atas permintaan kebijakaan untuk kepentingan umum ( pasal 2 ayat 2 )
,Pengadilan wajib memanggil debitor ( pasaal 8 ).
5.
Bila
Debitornya Bank, permohonan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.
6.
Bila
debitor Perusahaan efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan penjamin, Lembaga
Penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pailit hanya dapat diakjukan oleh
Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM).
7.
Dalam
hal debitornya Perusahaan Asuransi. Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun atau
Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan public, permohonan
pernyatan pailit hanya boleh diajukan oleh Menteri Keuangan
Pasal 6
Permohonan Pernayatan Pailit dapat diajukan kepada :
1. Ketua Pengadilan dan panitera mendaftarkan permohonan pernayatan
pailit pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan.
2. Bila debitor dalam keadaan
berhenti membayar (utang pokok maupun
bunganya).
3. Bila terdapat dua atau lebih kreditor dan
debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan
dapat ditagih.
Tujuan
Pernyataan
Pailit sebenernya adalah untuk mendapatkan suatu penyitaan umum atas kekayaan
dibitor (segala benda disita/dibekukan) untuk kepentingan semua orang yang
menguntungkannya (kreditor). Prinsipnya Kepailitan itu adalah suatu usaha
bersama untuk mendapatkan pembayaran bagi semua orang brpiutang secara adil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar